Lihat ke Halaman Asli

Toto Karyanto

Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

[Cerbung] Takluk - Dua

Diperbarui: 16 November 2018   20:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lukisan karya @SuryaArt by Suryanto Kebumen.

Hari ke seribu ia tinggal dalam belenggu sesal tak berujung. Coretan dinding gua ada di kedua sisinya. Di sebelah kanan deretan angka terwakili jumlah pagar. Beberapa kalimat berhuruf kanji yang rapi. Tanda penulisnya seorang berpendidikan. Banyak anggota Tentara Jepang adalah wajib militer. Meski tak sedikit yang berasal dari petani kebun. Salah satunya adalah Kobayashi -san dari Perefectur Kagawa.

Pagi ini ia pandangi laut luas. Tampak dari kejauhan, sebuah kapal besar tengah lego jangkar. Beberapa pesawat tempur masih melintas di atasnya. Sesekali melesat ke Utara tanpa menjatuhkan bom jika sedang bermanuver di udara. Menjelang siang, dua pesawat tempur terbang rendah di atas kerumunan orang desa yang tengah membuat sebagian dari mereka langsung tiarap. Tapi tak sedikit yang bersikap biasa sesuai perintah Pak Carik. Tetap serius dengan pekerjaan masing-masing. Pak Carik nampak tengah berbicara dengan seorang pemuda dengan sesekali memandang langit yang mulai digelayuti awan hitam berarak ke arah desa mereka.

***

Sarno merasa bersemangat hari ini. Lebih dari enam bulan tak pernah melihat suasana di luar gua. Ia telah hafal jalan-jalan rahasia menuju pantai atau desa terdekat. Jika ke pantai ia harus bawa jaring atau alat pancing untuk menghindari kecurigaan nelayan setempat yang biasa menambatkan perahunya di pantai bawah gua. Kalau ke desa ia tak perlu berpura-pura, cukup berbusana ala pengembara. Meski tak lancar, ia tahu dialek lokal. 

Pagi ini ia bermaksud ke pasar desa untuk membeli bumbu. Ada sedikit uang yang tersisa dalam kantong kecil. Setelah berpamitan dengan Kobayashi san, ia menapaki jalan rahasia dengan hati-hati. 

Sesampai jalan penghubung antar desa, ia berbelok arah ke kiri menuju pertandingan di depan balai desa. Betapa kagetnya melihat banyak rumah hancur di sepanjang perjalanan. Sekira 300 meter dari pertigaan yang dituju , Sarno bertemu dua perempuan tua yang memanggul tampah dan bakul penuh singkong dan ubi rebus yang masih hangat. Dengan sopan Sarno menyapa perempuan pembawa bakul. 

" Selamat pagi Bu. Mau dibawa kemana makanan itu? Ke pasarkah?",, Sarno bertanya .

" Bukan Den. Ini untuk makan siang penduduk desa yang sedang kerja bakti di perbatasan desa. Anda bukan orang sini Den..".

Sarno agak kikuk dipanggil dengan sebutan itu. Sudah menjadi tradisi masyarakat desa jika bertemu orang asing.

" Jika diijinkan, saya ingin membantu", kata Sarno meyakinkan. 

Perempuan pembawa tampah, semacam nampan bulat dari anyaman bambu menyela, " Silakan Den, ikut kami. Tapi agak jauh jaraknya".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline