Lihat ke Halaman Asli

TJIPTADINATA EFFENDI

TERVERIFIKASI

Kompasianer of the Year 2014

Mengapa Kita Perlu Hindari Diri dari Mengandai-andai?

Diperbarui: 16 Mei 2020   05:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ket.foto : makan bersama tiga generasi,yakni kami berdua ,putra dan mantu ,serta cucu cucu dan cucu mantu/dokpri

Hal Yang Tampak Sangat Sepele Tapi Mempengaruhi Hidup Kita

Begitu bangun pagi,menggerakan kaki tangan ,seharusnya melahirkan rasa syukur dalam diri kita. "Praise the Lord,I still alive"  Puji Tuhan ,saya masih hidup. Tetapi bila begitu bangun tidur dan sadar bahwa diluar hujan lebat dan mulai mengerutu:"Seandainya tidak hujan,saya bisa ke pantai menikmati sinar matahari pagi.",maka pada saat yang sama kita sudah lupa untuk menyukuri apa yang kita terima,yakni kehidupan yang tak ternilai. 

Selanjutnya ,ketika disediakan sarapan oleh istri tercinta sepotong ubi rebus atau sepiring bubur dengan sepotong ikan asin,maka kembali kita mengeluh dalam hati :"Seandainya nasib saya tidak seperti ini,saya bisa menikmati sepiring nasi goreng udang sambal lado" Karena pikiran ini maka apa yang dihidangkan oleh istri,tidak dapat lagi dinikmati,melainkan dengan setengah hati kita  makan. Lagi lagi kita lupa bersyukur  dan lupa bahwa diluar sana,ada jutaan orang yang hanya sarapan pagi dengan secangkir kopi pahit

Sambil makan dengan menggerutu,tiba tiba pandangan mata kita tertuju pada tetangga yang sedang mengeluarkan kendaraan dari garasinya,maka kembali kita berpikir:"Coba seandainya,saya juga punya kendaraan,maka saya akan dapat membawa anak istri saya jalan jalan keluar kota. Maka semakin berlanjut berandai andai,semakin tenggelamlah kita dalam perasaan tidak nyaman dan jauh dari rasa syukur

ket.foto: dulu kami tinggal dipasar ini,selama tujuh tahun/dokpri

Jangan Biarkan Hati dan Jiwa Kita Terbelenggu

Bila kebiasaan mengandai andai ini dilestarikan dalam diri maka secara tanpa sadar akan membelenggu tidak hanya pikiran, tapi juga hati dan jiwa kita. Menyebabkan semakin hari suasana hati kita menjadi galau dan jauh dari kegembiraan hidup.

Pikiran dan hati yang bergalau akan menyebabkan seluruh daya hidup menurun dan akhirnya merontokan seluruh sendi kehidupan kita.

Ada begitu banyak contoh hidup yang dapat dijadikan pelajaran hidup, bahwa orang yang selalu murung, kehidupannya akan suram dan tenggelam dalam lubang kelam yang diciptakannya sendiri

Bangun dan Hadapi Hidup Dengan Optimis

Tulisan ini bukan dari hasil baca baca buku juga bukan hasil copy paste dari para ahli, melainkan ditulis berdasarkan pengalaman hidup pribadi. Bagaimana kami menghadapi hari-hari sarat penderitaan dengan tetap optimis bahwa suatu waktu semuanya akan berlalu.

Suatu waktu badai pasti berlalu dan sehabis gelap, pasti akan terbit terang. Dari orang yang untuk makan siang saja harus menebalkan kulit muka untuk ngebon kelak dengan penuh keceriaan kami dapat menikmati hidup yang berkecukupan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline