Lihat ke Halaman Asli

Menebar Kebaikan Lewat Menulis

Diperbarui: 23 April 2020   05:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: pixabay

Mungkin banyak yang heran sekaligus bertanya-tanya mengapa akhirnya saya merelakan diri menjadi seorang penulis. Jujur saya akui, keinginan itu sudah lama banget terpendam, bahkan bisa jadi sebelum saya akhirnya terdampar di suatu unit kerja di sebuah instansi vertikal yang mengharuskan saya bisa menulis.


Jika merunut ke belakang, saya kembali teringat semasa awal duduk di bangku SMA, tulisan saya sempat nangkring di majalah intern sekolah. Sebuah tulisan yang hanya sekedar curhatan belaka namun mampu menyadarkan sekaligus membangkitkan saya dari sebuah keterpurukan. Menyadarkan betapa manusia hanya bisa ikhtiar dan selanjutnya takdir Allah yang menentukan. Ekspektasi saya untuk lanjut ke sekolah negeri favorit begitu besar namun takdir berkata lain. Ternyata doa orang tua saya terkabul, mereka tidak ingin anaknya lanjut sekolah di SMA negeri dan saya baru tahu setelah waktu berlalu. Pada masa itu atribut jilbab masih sangat langka dan ayah ingin anaknya mulai mengenakan jilbab.

Masih lekat diingatan judul yang terpampang dalam artikel perdana saya saat menginjak kelas 1 SMA "Mengapa Putus Asa?". Tulisan itu sempat heboh karena di sana tercantum nama saya. Satu hal yang tidak bisa terlupakan dan membuat saya jingkrak kegirangan, ada fee yang bisa buat jajan sebulan. Keren kan? Tapi sayang, tulisan saya tidak berlanjut. Stagnan. Berhenti sampai di situ saja.

Bersyukur, jika akhirnya perjalanan hidup kembali melempar saya ke masa indah itu. Dimana saya bisa kembali menikmati dunia menulis. Terlebih profesi saya saat ini pun sejalan dengan minat saya (bisa jadi bakat juga tapi belum pede nyebutnya) meskipun awalnya sempat rada pesimis karena harus duduk bersama dengan para senior yang sudah kaliber nasional. Sementara saya kaliber kampung pun belum terjamah.

Sekali lagi, mengikhlaskan diri menjadi seorang penulis harus benar-benar tulus tidak ada tendensi apapun terlebih dalam hal materi. Menjauhkan diri dari keinginan agar dikenal orang. Harus berusaha untuk selalu tawadu' dan meluruskan niat bahwa menulis adalah media untuk menebar kebaikan, menginspirasi banyak orang, memberi manfaat buat kemaslahatan umat, dan setidaknya turut mewarnai dunia literasi dengan hal-hal positif.

Bergabung dengan sebuah Komunitas Menulis Online adalah salah satu cara saya untuk terus mengobarkan passion menulis. Bahwa menulis butuh inspirasi, butuh komunitas dan butuh ketegaran untuk menjalaninya. Bukti keseriusan saya terjun sebagai penulis, telah terbitnya delapan buku antologi. 

Cerita pendek bernada humor, artikel hikmah, opini resensi mulai nangkring di media cetak. Tentunya goresan pena itu tidak akan melenceng jauh dari aroma inspiratif yang bernada motivasi untuk selalu menebar kebaikan.

Ada pengorbanan untuk sampai di titik itu dan perjuangan baru dirintis. Terlebih bagi pemula seperti saya yang minim akan pengetahuan. Tak ada kata terlambat, tak ada ungkapan untuk berhenti belajar dan terus menggandeng teman-teman yang selalu mensupport.


Yang terakhir, saya memberanikan diri sebagai promotor sekaligus editor buku antologi bertajuk "Di Balik Sosok Kartini Kementerian Agama DIY" yang berhasil dilaunching oleh Kakanwil Drs. H. Edhi Gunawan, M.Pd.I. tepat di hari Kartini, 21 April 2020.

Suatu kebanggaan mendapat apresiasi dari Kakanwil karena berhasil penghimpun 41 penulis perempuan mulai dari pegawai, penyuluh, pengawas, guru hingga kepala sekolah di lingkungan Kementerian Agama.

Rasa syukur yang tak terhingga kepada Sang Khaliq, karena dimudahkan dalam semua proses hingga lahirlah buku yang kelak akan menambah khasanah literasi dunia pendidikan khususnya wilayah DIY.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline