Lihat ke Halaman Asli

tika habeahan

Be do the best

Harga Kaki Lima Rasa Bintang Lima

Diperbarui: 21 Desember 2021   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Harga kaki lima rasa bintang lima. Barangkali kata ini sudah familiar di telinga kita. Apabila diartikan kata ini lebih tepatnya merujuk pada kesederhanaan hidup. Adalah sebuah pengalaman yang menarik ketika seseorang mempertanyakan busana saya yang dalam tanda " busana Biarawati". Apa nggak bosan dengan model baju yang gitu-gitu aja suster ? Dari masa kemasa warna bajunya itu aja,model bajunya gitu aja, sepatunya juga gitu-gitu aja. Apa suster nggak rindu mengenakan busana yang sedang trend kegitu ? Kalau kita-kita sih hobbynya koleksi baju atau tas,tutur seorang teman kepada saya.

Saya sempat berpikir harus menjawab apa kepadanya. Namun,sebelum saya menjawabnya, seorang teman yang lain menimpali pertanyaan itu.. Suster ini Kelihatan sederhana memang tapi kualitasnya tidak usah diragukan,biasanya sih suster itu multitalent. Apa saja diminta serba bisa.

Saya sendiri bingung mau menjelaskan dari mana dn bagaimana supaya teman-temanku dapat mengerti dan paham kehidupan seorang biarawati itu bagaimana. Tak jadi soal apabila mereka mempertanyakan hal yang demikian justru pertanyaan mereka membuat saya penasaran sebenarnya apa sih biarawati itu menurut versi mereka ? Bagaimana harusnya penampilan seorang biarawati yang identic dengan kemapanan ?

Nah,teman-teman barangkali kalian juga pernah mengalami hal yang sama dengan saya. Dinilai dari segi penampilan memang tak seberapa atau tidak layak sebagai role model untuk yang lain. Banyak orang sering salah persepsi. Hidup yang berkelimpahan kerap dimaknai sebagai kuantitas seseorang. Pertanyaannya apakah seseorang yang mapan dalam kuantitas mapan juga dalam kualitas ?

Kita memang cenderung menghubungkan istilah kelimpahan dengan kekayaan, uang, dan harta benda. Tak terlewatkan menghubungkannya dengan memiliki rumah besar, mobil mahal, atau gaji yang besar. Beberapa bahkan mungkin membayangkan diri mereka berenang di tumpukan koin emas. Pendek kata, persepsi kelimpahan ini adalah tentang lebih, lebih, dan lebih. 

Saya tahu bahwa teman-teman saya yang pernah mengunjungi biara akan berkata seperti itu. Karena pada umumnya biara-biara itu besar dan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas untuk mendukung karya pelayanan. Namun,bukan berarti apa yang terlihat secara fisik menjadi ukuran bagi orang-orang yang tinggal didalamnya. Mungkin ini juga seni untuk menikmati hidup..hehehe

Konsep yang demikian telah mempersulit kita sendiri untuk mengakui dan merasakan kelimpahan yang ada disekitar kita. Seo;ah kelimpahan itu ada ketika kita focus untuk mengumpulkan materi yang banyak, mengoleksi barang branded atau sekedar mengikuti trend. Sebenarnya hal ini juga membuat kita gagap untuk melihat nilai kehidupan  yang lebih ketika dibalut dalam kesederhanaan yang ada di hadapan mata kita.   Kenyataannya bahwa garis pemikiran ini memperumit kemampuan kita untuk mengakui kelimpahan di sekitar kita.

Sejak saya masuk biara saya berusaha menghidupi yang Namanya kesederhaan. Berani berkata cukup atas apa yang saya miliki,tidak bersungut-sungut juga tidak memaksakan diri untuk memiliki sesuatupun. Siapa yang tidak tergiur dengan style yang elegan ? Siapa yang tidak mau menjadi ribadi yang berwibawa? Siapa yang tidak merindukan perhatian dan pujian ? 

Tapi lagi-lagi itu semua tidak saya peroleh dengan materi yang banyak. Bagi saya kualitas dan kuantitas pribadiku cukup ditampilkan melalui kesederhaan hidup saya setiap hari. Sederhana bukan berarti tidak bermartabat. Sederhana dalam penampilan,sederhana dalam perkataan cukup membuat saya menjadi pribadi yang menarik. Kualitas diri akan Nampak dari cara kerja dan cara berpikir saya.

Saya pernah hidup dalam kelimpahan,yang artinya segala sesuatu yang saya inginkan dapat terpenuhi. Mau ini,mau itu silahkan saja. Tapi saya merasa bahwa pada saat itu,kebahagiaan sejati tidak berpihak kepada saya. Kebahagiaan itu menjadi sulit dirangkul, kedamaian sirna, dan kesuksesan menjauh dari genggaman saya. Pengalaman inilah yang menghantarkanku pada sebuah refleksi diri,ternyata perlu belajar memperlambat hidup, sekadar menciptakan ruang di kepala dan hati untuk juga fokus pada kelimpahan yang ada saat ini. Kelimpahan yang ada saat ini bukanlah kelimpahan harta atau materi melainkan cinta, belas kasih dan syukur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline