Lihat ke Halaman Asli

Theresia Sumiyati

https://www.kompasiana.com/theresiasumiyati8117

Lelaki Pengejar Layangan

Diperbarui: 22 November 2020   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Abi terengah-engah. Nafasnya naik turun. Keringatnya bercucuran membasahi wajahnya. Ia menyekanya dengan ujung lengan baju. Hal yang paling tidak disukai oleh ibunya. Karena perlu tenaga ekstra untuk mencucinya.

Layang-layang yang dikejarnya tak didapatkan. Ia kalah cepat dengan Ciko yang berbadan kurus itu. Setiap mengejar layangan ia tak bisa lari kencang. Tubuh gemuknya telah menghalangi dirinya untuk berlari mendahului Ciko. Ada-ada saja yang membuat ia tertinggal dari Ciko.

Sepanjang sejarah perlayangan putus, baru sekali Abi bisa mengalahkan Ciko. Itu terjadi karena Ciko tersandung batu hingga kakinya berdarah. Kesempatam itu digunakan Abi unutk mendapatkan layangan itu. 

Sebenarnya Abi merasa tidak enak, tetapi Abi ingin merasakan gembiranya mendapatkan layangan putus. Maka ia membiarkan Ciko terjatuh, dan segera berlari sekencang-kencangnya. Ia tertawa lebar, seperti meraih kejuaraan tingkat dunia. Meskipun pada akhirnya ia memberikan layangan itu kepada Ciko, setidak-tidaknya ia sudah pernah merasakan nikmatnya kemenangan.

Abi tersenyum mengingat masa kecilnya. Saat di mana pikirannya hanya terisi dengan layangan putus. Kertas tipis yang menempel pada kerangka bambu itu telah menyita perhatiannya. Itu saja yang dipikirkan setiap sore. Ia tak pernah memedulikan yang lain. Bahkan pelajaran sekolahnya juga terbengkalai. 

Kalau sudah mengejar layangan, seluru  energi ia fokuskan untuk itu. Hal yang membuatnya sering kecapekan. Ia tak sempat melakukan hal lain. Setelah mandi dan makan, langsung terkapar di kasur tipisnya. Membuka buku pelajaran, ia tak sempat lagi. Mata ngantuknya telah menggiring dirinya untuk meninggalkan semua itu. Bahkan ia tak mendengar lagi ajakan ibunya untuk doa malam bersama.

Kini bertahun telah berlalu. Rupanya Abi dan Ciko masih bertarung. Kini mereka mengejar layangan yang sesungguhnya. Rosa, gadis manis berkulit sawo matang, berambut sebahu, adalah sasaran mereka. Abi dan Ciko sama-sama menginginkannya. Abi senang dengan penampilan Rosa yang sangat dewasa, sedangkan Ciko lebih menyukai kesederhanaannya. Abi dan Ciko sama-sama tahu bahwa mereka tertarik dan menginginkan gadis yang sama. Tetapi mereka saling diam, tak pernah membicarakan hal itu. Mulut mereka seakan terkunci, takut rahasianya diketahui satu sama lain.

"Ah, Ciko selalu berlari lebih cepat daraipada aku."

Abi bergumam, saat mengetahui bahwa akhirnya hati Rosa berlabuh kepada Ciko. Malam minggu awal bulan itu, Ciko sudah berani menggandeng Rosa dan membawa jalam ke sebuah mall. Abi melihat mereka saat membeli sabun mandi di mall tersebut. Ada rasa yang aneh dalam hatinya saat melihat Ciko dan Rosa. Ia ingin menghindar, mata dan hatinya tak mampu melihat pemandangan itu. Namun suara Ciko telah menghentikan langkahnya.

"Hai, Abi!"

Suara Ciko masih seperti yang dulu, lantang. Abi membalikkan badan menyambut Ciko. Senyumnya yang ia paksakan berhasil membuat Ciko sumringah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline