Iwan Fals ngomong, aku merekam. Iwan Fals nyanyi, aku menuliskan. Ya, ini. Tulisan ini.
"Ini pelajaran-pelajaran yang tidak ternilai. Kita bangsa yang besar. Damai itu persoalan dasar. Bagaimana kita bisa kerja kalau dasar bangsa kita enggak kuat. Sebagai penyanyi, menyampaikan kegelisahan ya lewat lagu," ujar Iwan yang kini berusia 58 tahun.
Kutipan itu dari KOMPAS, Senin 27 Mei pagi ini di halaman 24 dalam rubrik Nama & Peristiwa. Ucapan dan atawa kata-kata Sang Troubador ini menggugah kita. Iwan punya kesadaran.
Terutama perihal peristiwa setelah hasil Pemilu yang diumumkan KPU, rusuh di sekitar Gedung Bawaslu: 21-22 Mei. Korban sudah telanjur bergelimpangan. Dicatat oleh Gubernur Anies Baswedan sebanyak 8 (delapan) orang.
Di belakang korban nyawa anak bangsa itu, kerugian material yang dihitung dalam kisaran 1.5 triliun rupiah. Belum beberapa negara meminta warganya tidak memperbolehkan ke Indonesia dalam waktu yang belum ditentukan sebagai travel warning. Kerugian sektor pariwisata, dan belum lagi para pedagang di Pasar Tanah Abang yang tutup dua hari itu.
Iwan, seperti narasi kutipan dalam peristiwa ini, yakin jika Polisi dan TNI dapat menjaga kedamaian negeri ini. Pesannya, jelas. Joko Widodo sebagai presiden bijaksana. Sementara, Prabowo Subianto bisa gagah juga dalam menerima kenyataan.
Titik.
Mestinya di situ saja. Cukup. Namun sebagai penyanyi dengan lirik-liriknya yang kritis, Iwan tak bisa bersuara sampai di situ. Ia ingin menyumbangkan lebih, terutama dalam lagu keroyokan: Indonesia Damai.
Di mana, sebuah lagu yang menjadi pengingat para elite yang sedang berseteru. Yang dalam bahasa Iwan tak ada lagi Bongpret. Apa itu? "Nggak ada lagi nih cebong dan kampret."
Dengan lagu yang bertajuk berat, Indonesia Damai, itu menjadi harapan kita semua. Pesan untuk warga negeri ini. Tidak yang di atas, tak pula yang di bawah -- terutama organisasi atawa wadah fans Iwan Fals "Orang Indonesia" alias OI.