Lihat ke Halaman Asli

Guru, Pejuang yang Sendirian

Diperbarui: 10 Februari 2019   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : viralkamera

Kita sedang hidup pada zaman yang berputar dengan sangat cepat.  Sesuatu yang baru saja kita dapatkan bisa jadi di bagian lain bumi ini telah basi dan ditinggalkan untuk diganti dengan yang lebih baru.

Jika  menengok ke dalamnya, maka kita akan menemukan jutaan informasi berlintasan membentuk arus yang membingungkan sehingga dapat membuat kita tersesat dan salah dalam  bersikap, bukan menemukan solusi tapi malah menimbulkan masalah baru. 

Putih bisa jadi terlihat hitam, dan sebaliknya hitam bukan saja bisa nampak abu-abu namun lebih dari itu dia bisa  muncul dalam wujud yang berwarna putih meski sebenarnya tetaplah hitam.

Pun demikian yang kita rasakan hari ini. Peristiwa-peristiwa yang seharusnya membuat kita merasa malu, prihatin  atau mawas diri ketika diberitakan malah berubah menjadi sensasi yang mengembang kemana-mana mirip adonan kue. Lihatlah berita tentang kasus artis Vannesa Angel, Makin di aduk semakin mengembang, makin diberitakan makin jauh dari esensi.

Sebagian peristiwa lain malah bisa lebih buruk lagi, dengan berubah menjadi inspirasi dalam hal keburukan. Rentetan kasus mutilasi, serta makin tersebarnya lokasi tawuran pelajar yang menggunakan senjata tajam bisa menjadi bukti akan hal tersebut.

Seorang kawan bercerita, bahwa dia pernah menemukan anak-anak kelas empat SD pada jam istirahat bermain "tawuran" yang hampir seperti aslinya. Salah satu kelompok mendatangi kelas lain dengan membawa kursi dan sapu serta benda-benda lainnya sebagai bentuk "penyerangan". 

Dan akhir dari babak drama tersebut adalah semua aktor nya dijemur dilapangan upacara. Sebuah cara bermain yang menyeramkan, dan bisa jadi bersembunyi di alam bawah sadar untuk kemudian muncul dan mengarahkan perilaku pada saat yang tidak kita duga.

Entah sebuah kebetulan atau tidak, ketika tadi malam dua grup WA yang saya ikuti diposting sebuah tulisan tentang guru yang dibunuh  secara pelan-pelan, sebuah metafora terpilih untuk mengggambarkan betapa guru dituntut dengan segudang kewajiban lain diluar tugas utamanya yaitu mengajar dan mendidik. Hingga pada salah satu isinya menyatakan bahwa guru juga berperan sebagai bagian dari tata-usaha.

Dalam menjaankan tugasnya guru selain berhadapan dengan tuntutan administrasi sebagai guru dan pegawai, juga berhadapan dengan kondisi kelas yang sering jauh dari harapan.

Pada saat yang hampir berbarengan saya menemukan sebuah tayangan video yang di upload di instagram. Video yang menyangkan suasana sebuah kelas dimana adegan utamanya adalah seorang siswa berseragam pramuka dengan topi yang mengahadap kebelakang, maju mendatangi gurunya. 

Bukan untuk bertanya atau berterima kasih atas ilmu yang diberikan, melainkan mencengkeram kerah baju sang guru, dengan sebelah lengan lainnya dalam posisi siap melancarkan pukulan ke wajah sang guru. Sebuah adegan yang dapat dipastikan penyebab utamanya adalah siswa tersebut ditegur oleh sang guru dan tidak terima.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline