Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Pohon adalah Penanda Kehidupan dan Perekam Sejarah yang Setia

Diperbarui: 25 November 2020   12:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beringin Sukarno, Berastagi, 2020 (Dokpri)

Memperingati hari pohon sedunia, pada tanggal 21 November setiap tahunnya, maka pada tahun ini saya kembali terkenang kepada catatan pada 10 tahun yang lalu. Saat itu saya bertugas sebagai lurah di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe.

Kenangan ini juga dipicu oleh pertanyaan salah seorang rekan kompasianer, Indra Rahadian, dalam sebuah artikelnya yang berjudul "Kapan Terakhir Kali Kamu Menanam Pohon?". Ya, saya terakhir kali menanam pohon, dalam artian pohon kayu dan dalam jumlah yang banyak, sekitar 10 tahun yang lalu. Akhir-akhir ini, saya hanya menanam bunga.

Kegiatan menanam pohon pada tahun 2010 itu, dilatarbelakangi oleh paparan catatan dari Tim Penilai Adipura Tahun 2009, yang mengatakan bahwa untuk kota Kabanjahe, khususnya di wilayah bantaran sungai Lau Dah, yang merupakan batas alami yang memisahkan Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe dan Desa Bunuraya Kecamatan Tigapanah, perlu dilakukan penanaman dan penambahan pohon pelindung.

Salah satu sisi pemandangan bantaran sungai Lau Dah, 2010 (Dokpri)

Sejalan dengan hal itu, memang sudah menjadi kesepakatan kami dengan 10 kepala lingkungan di kelurahan ini untuk melaksanakan kegiatan penanaman pohon, sebagai salah satu program kegiatan kelurahan dalam rangka mendukung pelestarian lingkungan pada tahun 2010 itu. Saya pun membuat surat permohonan bibit pohon peneduh yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Karo, pada masa itu.

Puji Tuhan, dari 600 bibit pohon yang kami mohonkan, terdiri atas pohon kayu jenis suren, mahoni dan nangka, dikabulkanlah sejumlah 450 jenis bibit kayu sesuai ketersediaan yang ada pada Dinas Kehutanan Kabupaten Karo. Bantuan bibit pohon itu kami terima pada 22 Januari 2010, terdiri atas mangga 75 batang, mahoni 200 batang, meranti 150 batang, dan durian 25 batang.

Jenis bantuan ini walaupun lebih sedikit dari permintaan, tapi justru makin baik. Sebab kayu dari jenis buah-buahan, selain sebagai peneduh bisa sekaligus bermanfaat bagi penduduk di sekitar bantaran sungai. Demikian pikiran saya pada waktu itu.

Pada Minggu, 24 Januari 2010, mulailah kami menanam kayu-kayu itu. Penanaman dilaksanakan bersama dengan kepala lingkungan dan masyarakat pada daerah sekitar bantaran sungai Lau Dah. Ditanam sebanyak 174 batang.

Selanjutnya, pada Jumat, 29 Januari 2010, sambil melaksanakan kegiatan jumat bersih dengan 10 kepala lingkungan di kelurahan, kami menanam sekitar 100 batang kayu mahoni di sekitar bantaran sungai dan sepanjang jalan lingkar Karo Indah, nama lingkungannya.

Menanam kayu bersama kepala lingkungan, 29/01/2010 (Dokpri)

Menanam kayu di bantaran sungai Lau Dah, 24/01/2010 (Dokpri)

Sebagai makhluk hidup, kayu yang ditanam mungkin tidak akan tumbuh dengan sendirinya tanpa perawatan. Apalagi yang berhubungan dengan kepentingan umum.

Semakin umum tujuan sesuatu, biasanya semakin susah mewujudkannya. Sebab terkadang semakin sedikit yang bertanggung jawab untuk sesuatu yang umum, baik yang diwajibkan atau dianjurkan, kecuali niat yang datangnya dari sikap suka rela.

Maka tak jarang saya mengajak beberapa kepala lingkungan sesekali melihat-lihat pohon yang kami tanam, sambil menyirami bibit pohon yang masih kecil itu dengan harapan ia akan tumbuh subur dan bermanfaat bagi masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline