Lihat ke Halaman Asli

Teopilus Tarigan

TERVERIFIKASI

Pegawai Negeri Sipil

Merayakan Toleransi dan Multikulturalisme Indonesia dalam Saling Memaafkan

Diperbarui: 6 Juni 2019   00:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: Raphaela Berlian (facebook.com)

Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.

Sepenggal klausa ucapan perayaan hari besar keagamaan ini adalah ungkapan yang jamak diucapkan oleh teman kepada teman, keluarga kepada keluarga pada masa perayaan hari raya idul fitri. Mengapa orang-orang perlu saling memaafkan, padahal sebagian di antaranya bahkan tidak memiliki permasalahan apapun, karena sebenarnya masing-masing di antara mereka nyaris tidak pernah benar-benar bertemu dan berinteraksi dalam hehidupan nyata. Bahkan merekapun saling mengucapkannya melalui kanal-kanal komunikasi di dunia maya?

Dua gagasan dalam kehidupan manusia di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, akan coba kita gunakan dalam memandang soal maaf memaafkan ini, yakni soal toleransi dan multikulturalime. Toleransi dalam sudut pandang ulasan Ben Dupre adalah sebuah pokok persoalan dengan gagasan inti tentang sebuah kebijakan yang bermasalah dan paradoksal. 

Sementara itu, multikulturalime adalah pokok persoalan dengan gagasan inti terkait perdebatan tentang wadah percampuran (melting pot) atau mangkuk salad (salad bowl). Kedua pokok persoalan ini, toleransi dan multikulturalime, adalah dua gagasan besar dalam kehidupan manusia yang terkait kajian filosofi dan politik.

Rene Dubos (1981) mengatakan "Keberagaman manusia membuat toleransi lebih dari sekadar kebajikan, hal itu membuat toleransi menjadi sebuah persyaratan hidup." Sementara itu, Voltaire (1906) mengatakan "Saya tidak setuju dengan apa yang Anda katakan, tetapi saya akan membela sampai mati hak Anda untuk mengatakannya." 

Kita harus toleran satu sama lain karena kita semua lemah, inkonsisten, besar kemungkinan bersikap plin plan, dan melakukan kesalahan. Haruskah ilalang yang terbaring rendah di dalam lumpur terkena tiupan angin berkata kepada sesama ilalang yang jatuh ke arah yang berlawanan: "Merangkaklah seperti aku, hai si malang, atau aku akan meminta agar engkau dicabik akar-akar itu dan dibakar?"

Ini adalah alasan pertama manusia perlu saling memaafkan. Dalam masyarakat liberal modern dan pluralistis, toleransi ditopang oleh nilai yang diberikan pada otonomi dan individu untuk membuat keputusan mereka sendiri dan membentuk opini mereka sendiri. 

Tentu saja ada batas-batas untuk toleransi, tetapi umumnya masyarakat diperbolehkan untuk melakukan dan memikirkan apa yang mereka suka, asalkan tindakan-tindakan dan keyakinan-keyakinan mereka tidak merugikan orang lain. Oleh sebab itu, tidak boleh mencakup kejahatan dan perbuatan-perbuatan yang melukai dan melanggar hak-hak orang lain, yang mana manusia sering kali secara sadar atau tidak sering melakukannya.

Toleransi merupakan harmoni dalam perbedaan. Toleransi mencakup respek, akseptasi, dan apresiasi akan keberagaman kekayaan budaya dunia kita, bentuk-bentuk ekspresi kita dan cara-cara kita untuk menjadi manusia seutuhnya. Toleransi mengajarkan manusia untuk menerima kenyataan bahwa kita secara alami beragam dalam penampilan, situasi, cara berbicara/ logat, perilaku dan nilai-nilai, tapi kita semua yang ada memiliki hak untuk hidup dalam damai dan menjadi sebagaimana adanya kita.

Terlebih lagi dalam kehidupan modern saat ini, toleransi menjadi lebih esensial sebagai sebuah persyaratan hidup dari sebelumnya, karena era kini merupakan era yang ditandai oleh globalisasi ekonomi, peningkatan pesat mobilitas manusia, komunikasi, integrasi, interdependensi, migrasi besar-besaran dan perpindahan penduduk, urbanisasi dan pola-pola sosial yang berubah. 

Bagian-bagian dunia yang beragam dalam sebuah dunia yang bergerak makin cepat, turut meningkatkan ketegangan dan meningkatnya potensi intoleransi serta perselisihan yang mengancam setiap daerah. Tentu saja ketegangan dalam sebuah proses menjadi (proses mencapai keutuhan sebagai manusia) yang cepat seringkali menghadirkan berbagai pikiran, ucapan dan tindakan yang melukai dan melanggar hak-hak orang lain, sadar atau tidak disadari. Apakah tindakan yang lebih baik dilakukan untuk memperbaiki keadaan yang demikian dalam sebuah hubungan selain dari pada saling memaafkan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline