Lihat ke Halaman Asli

Penyalahgunaan Media Komunikasi dan Informasi dan Kaitannya dengan UU. ITE No. 11 Tahun 2008.

Diperbarui: 4 April 2017   18:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Penyalahgunaan Media Komunikasi dan Informasi dan kaitannya dengan UU. ITE No. 11 Tahun 2008"

Contoh; Facebook Facebook memang sering di gunakan untuk mencari teman atau lain-lain dan sering di sebut jejaring sosial. banyaknya pro dan kontra di facebook ini akan menimbulkan pelanggaran-pelanggaran yang terdapat di Unadang Undang ITE No. 11 Tahun 2008, di mana UU tersebut yang hampir saja bisa menimpa pengguna facebook di indonesia yaitu ancaman pelanggaran kesusilaan [Pasal 27 ayat (1)], penghinaan dan/atau pencemaran nama baik Pasal 27 ayat (3), dan penyebaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan Pasal 28 ayat (2).

Bunyi dari Pasal 27 ayat (1) UU ITE menyatakan : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

dari pasal tersebut bisa saja dengan alasan kita menontonkanbadan kita yg tak seharusnya kita lihatkan (seni fotografi), Walaupun pengertian porno masih sangat kabur dan tidak dapat dinterpretasikan dengan jelas.

Bunyi dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menyatakan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Seiring dengan berkembangnya pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi yang telah mengubah perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara cepat. Teknologi Informasi selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kemajuan sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi lahir suatu hukum baru yang dikenal dengan hukum Cyber atau hukum telematika. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Pembuktian merupakan faktor yang sangat penting. Dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Oleh karena itu, dibentuklah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik yang dapat mengatur dengan secara jelas, aman dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal.

"Pasal 5
  1. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
  2. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
  3. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
  4. Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a) surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b) surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Berdasarkan Pasal 5 UU ITE, penulis berpendapat bahwa :
  1. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang baru dan sah
  2. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik bukan bukti tertulis seperti pasal 1866 KUHPerdata. Hal ini telah ditegaskan pada Pasal 5 ayat 4 bagian a.
  3. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai ketentuan UU ITE.
  4. Hasil cetak informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik juga sah apabila berasal dari sistem elektronik sesuai ketentuan UU ITE.
Dari pendapat di atas, perdebatan selama ini diantara beberapa pengamat hukum, praktisi hukum, akademisi bidang hukum tentang ”Apakah informasi elektronik dapat dikategorikan sebagai akta otentik atau tulisan di bawah tangan?” menjadi tidak tepat untuk diperdebatkan, karena akta otentik dan tulisan di bawah tangan merupakan bukti tertulis, sedangkan Informasi dan/atau dokumen elektronik bukan bukti tertulis. Penulis menyebut sebagai bukti elektronik.
Pada berbagai diskusi lewat internet menunjukkan pendapat yang berbeda. Salah satu pendapat mengatakan bahwa hasil cetak yang dimaksudkan pasal 5 ayat 1 UU ITE merupakan bukti tertulis. Penulis berpendapat bahwa hasil cetak bukan bukti tertulis. Hasil cetak merupakan perwujudan/penampakan dari informasi dan/atau dokumen elektronik yang tersimpan secara elektronik misalnya tersimpan di harddisk. Informasi yang tersimpan secara elektronik harus dapat dibuktikan keberadaannya dengan cara menampilkannya ke monitor komputer atau dicetak lewat printer tampil di kertas. Dengan demikian, informasi elektronik itu dapat dilihat dengan kasat mata dan diketahui keberadaannya. Jadi, hasil cetak merupakan bukti elektronik dalam wujud tertulis, saya mengistilahkan ’Bukti Elektronik yang tertulis’, bukan 'Bukti Tertulis'.
"http://ronny-hukum.blogspot.com/2008/09/informasi-danatau-dokumen-elektronik.html"
Pendapat Para Ahli

Anggara mengatakan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik periu diuji. Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 menyatakan : Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Menurut Anggara pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 G ayat (1), dan Pasal 28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni: Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. & Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945.

http://anggara.org/2010/04/08/mengapa-kami-menguji-pasal-31-ayat-4-uu-no-11-tahun-2008-tentang-informasi-dan-transaksi-elektronik/ Saya berpandangan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik perlu diuji ke Mahkamah Konstintusi, agar dengan adanya undang-undang ini tidak hanya tertulis saja dan minim di terapkan, melainkan juga berguna bagi kehidupan masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal ataupun kalo bisa menyeluruh.

UU ITE sudah di sahkan, sebentar lagi UU Rahasia Negara, matilah sudah kebebasan berpendapat di negeri ini…………

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline