Lihat ke Halaman Asli

Serial : Andaru Wijaya [52]

Diperbarui: 17 Mei 2017   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seri 51 / Sebelumnya

Seri 1 / Awal

Sementara itu Andaru Wijaya mulai dengan rencananya untuk mencari tahu keberadaan Gendis, anak Ki Demang. Rumah yang dituju adalah rumah kedua milik saudagar dari Bligo, Ki Suradilaga. Rumah itu terletak diujung perbatasan padukuhan Bligo.

Rumah itu dikelilingi dinding yang tinggi, Wijaya berkeliling untuk mencari kemungkinan dapat memasuki rumah itu tanpa diketahui pemiliknya. Ketika sampai di dinding belakang rumah itu, dilihatnya sebuah pohon yang dahannya menjulur melewati dinding pagar rumah itu. Wijaya langsung memanjat pohon itu dengan perlahan. Sesampai diatas sebuah dahan, dilihatnya keadaan didalam dinding pagar itu. Tepat dibawah dahan yang dipanjatnya adalah kandang lembu yang luasnya mampu menampung 40 ekor lembu. Beberapa penjaga terlihat hilir mudik, dan dua penjaga menunggu sebuah bilik terpisah dibelakang bangunan utama.

“Aneh! Kenapa bilik terpisah itu dijaga dua orang penjaga? Apakah mungkin didalamnya disimpan harta benda, atau mungkin justru tempat itu adalah tempat untuk menawan Gendis? Lalu apa hubungannya Ki Suradilaga dengan para perampok itu?” Wijaya membathin. Berbagai pertanyaan berkecamuk didalam pikirannya, tetapi wijaya belum bisa menarik kesimpulan, sebelum ia dapat mendekati tempat itu.

Wijaya akhirnya melompat dari dahan itu. Karena ilmu meringankan tubuhnya cukup baik, ia pun mendarat disalah satu sudut atap itu, yang berupa tiang bambu tanpa bersuara. Kemudian ia kembali melompat dan mendarat, tepat dibelakang kandang itu. Wijaya lalu mengendap-endap mendekati bilik terpisah itu, ia merapatkan tubuhnya pada bilik itu, ketika terlihat dua orang membawa sebuah bungkusan dan dibawa ke bilik itu.

Wijaya jantungnya berdebar-debar, meskipun berada dibelakang bilik, tetapi jaraknya tidak terlalu jauh dari kedua orang tadi. Ia mengintip dari celah bilik, dilihatnya temaram lampu teplok menyinari ruangan itu. Wijaya membelalakkan matanya ketika dilihatnya seorang perempuan duduk diamben memeluk lutut. Tatapan matanya nanar, memandang lampu teplok yang bergoyang ditiup angin dari celah-celah dinding anyaman bambu itu

“Gendis!” katanya lirih.

Tetapi kemudian terdengar bilik itu dibuka, tampak 2 lelaki berdiri dipintu, yang seorang meletakkan sebuah bungkusan.

“Makanlah Nyi! Jangan sampai kau mati kelaparan sebelum hari penebusan,” berkata seorang diantaranya.

“Aku tidak akan makan! Biar saja aku mati kelaparan disini, daripada jadi barang taruhan kalian!” sahut Gendis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline