Lihat ke Halaman Asli

Taufiq Sentana

Pendidikan dan sosial budaya

Inspirasi: Top Up

Diperbarui: 27 Juni 2022   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Sembari membeli paket pulsa rutin untuk si kakak pertama, saya menyempatkan dialog dengan dengan pemililk gerai pulsa dan ATM mini. 

Awalnya hanya perihal anak kecilnya yang tampak bermain bebas di halaman. Tanpa gawai. Dan saya sangat mengapresiasi. 

Katanya,  si adek belum terbiasa dengan gawai, masuk usia dua tahun. Kami memang minim sekali memberinya gawai sebagai mainan alternatif. Tambahnya. 

Dia memang sangat meyakini bahwa dampak ketagihan gawai dan gangguan sosial hampir sama dengan narkoba. 

Lalu melebar ke kisah top up seorang anak SD untuk game onlinenya. Sekitar seratus ribu sehari. Setelah dicari tahu uang itu dia dapat dari laci warung orangtuanya. Masih mencuri,  tapi tidak mencuri di rumah orang lain. Walau tetap disanyangkan. 

Menurut teman gerai ini, khusu di gerainya, ia tidak melayani top up anak di bawah umum lebih dari Rp 100 ribu,  dia pasti akan konfirmasi tentang siapa orangtuanya. 

Ini juga bagian yang saya apresiasi,bahwa sistem sosial tidak akan kuat bila semua pihak saling abai.  Kita mesti saling memperbaiki dan mengingatkan sesuai kapasitas masing masing. 

Kita memang menyayangkan tingginya tingkat abai di masyarakat dan di tengah hubungan dalam keluarga. Padahal keluarga adalah benteng utama perbaikan peradaban masyarakat. 

Begitu kira kira tanggapan saya sembelum berlalu untuk keperluan lain. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline