Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Misteri Lawang Ombo yang Tetap Menjadi Misteri

Diperbarui: 28 Juli 2025   23:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lawang Ombo: dokpri 

1. Pintu Kuning: Gerbang Masa Silam
Selesai makan siang di Warung Apung Dasun, kami melanjutkan jalan-jalan ke tujuan berikutnya. Tujuan yang hingga saat ini masih mengandung misteri yang belum terjawab.

Siang itu matahari menggantung agak malas di langit Lasem. Kendaraan Elf kami, rombongan Wisata Kreatif Jakarta, berhenti di depan bangunan besar dengan pintu pagar kuning mencolok. Bukan kuning sembarangan, tapi kuning yang mengundang rasa penasaran. Di atasnya ada tulisan warna cokelat beralas putih: "Lawang Ombo Heritage."

Pintu Gerbang : dokpri 

Mas Agik, pemandu kami, turun dari kendaraan dan membuka pintu sambil berkata, "Ini dia, Lawang Ombo."
Lawang Ombo berarti "pintu besar" dalam bahasa Jawa. Dan besar memang bukan istilah hiperbolis. Pintu ini menjulang seperti gerbang menuju dunia lain. Kata "Ombo" sendiri mengingatkan saya pada sesuatu dari masa lampau---seperti bendungan Kedung Ombo.

Begitu melangkah masuk ke halaman yang cukup luas, rasanya seperti berpindah zaman. Bangunan utama rumah ini khas Tionghoa dengan nuansa Hindia dan Jawa. Atapnya bergaya ekor walet, melengkung ke atas melambangkan keseimbangan Yin dan Yang---energi bumi yang naik dan energi langit yang turun.

Beranda dan lampion: dokpri 

Konon, atap lengkung ini juga mengandung filosofi yang terpatri dalam setiap lengkungannya---mengalirkan angin, menghantarkan doa, dan mengingatkan bahwa rumah bukan cuma tempat tinggal, melainkan tempat pulang jiwa.
Sebelum sampai ke bangunan utama, di sebelah kanan kami ada bangunan tambahan berdinding putih dan berjendela besar dengan jeruji yang dicat warna hijau keabu-abuan yang sedikit kusam.

Kami berjalan perlahan dan masuk ke beranda muka rumah yang berlantai terakota. Di bawah atap, bergantung beberapa lampion merah yang menambah suasana ketionghoaan rumah tua ini. Ada dua set meja, masing-masing dengan empat kursi kayu jati, dan beberapa perabot lain. Juga ada patung kayu berbentuk empat ekor rusa yang antik, berdiri dekat kursi tua antik di dekat pintu utama rumah.

Langit-langit tinggi dari kayu jati, lantai terakota tua, dan dinding-dinding batu tebal menyambut kami dalam keheningan yang nyaris suci.

Shishi : dokpri 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline