Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Modal Asing dan Perusahaan Patungan Dari Masa ke Masa

Diperbarui: 28 Mei 2021   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Joint Venture detik.com

Dunia Usaha terus berubah dan berkembang sesuai dengan dinamika perubahan dan tuntutan zaman. Pada era Orde Lama misalnya, Indonesia banyak mewarisi perusahaan-perusahaan asing milik Belanda yang masih beroperasi di Indonesia.  Karena perubahan politik, maka perusahaan-perusahaan tersebut dinasionalisasi dan dijadikan sepenuhnya milik negara.

Undang-Undang tentang penanaman Modal Asing sudah ada sejak 1958 yaitu Undang-Undang Penanaman Modal Asing no 78/1958, namun karena situasi politik di dunia dan juga di dalam negeri Indonesia sendiri penanaman modal asing pada era itu sangat terbatas dan tidak berkembang. Bahkan UU ini kemudian dicabut dengan UU 16/1965. Salah satu alasan untuk mencabut UU PMA ini adalah semangat Berdikari dan asumsi bahwa modal asing menghisap kekayaan bumi Indonesia.

Dengan runtuhnya orde lama dan munculnya Orde Baru, Indonesia mulai terbuka dan bersahabat dengan investasi dan modal asing.  Bahkan sebelum Suharto resmi menjadi Presiden RI, Undang-Undang PMA no 1 1967 sudah disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Sukarno.  Freeport menjadi perusahaan asing pertama yang masuk ke Indonesia dan menguasai pertambangan di Papua. Konon banyak kemudahan yang diperoleh Freeport pada saat itu termasuk kebijakan pajak, deviden, dan juga jaminan tidak akan ada nasionalisasi.

Bersamaan dengan itu, untuk menghidupkan kembali roda perekonomian nasional pemerintah kemudian menerbitkan UU tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yaitu UU no 6/ tahun 1968 mengenai PMDN.

Selama orde baru, perkembangan ekonomi Indonesia tercatat lumayan tinggi dan menjanjikan dan kedua UU ini terus berlaku dan bahkan dilengkapi dengan UU pengesahan Berdirinya WTO yaitu UU no 7 1994.  Dengan disahkannya Undang-undang (UU) tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) pada November 1994 maka secara resmi Indonesia mengakui GATT General Agreement on Tariff and Trade/GATT 1947 (Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan Tahun 1947), berikut persetujuan susulan yang telah dihasilkan sebelum perundingan Putaran Uruguay. Termasuk didalamnya yang membahas mengenai Trade Related Investment Measures/TRIMs (Ketentuan Investasi yang berkaitan dengan Perdagangan), yang bertujuan untuk mengurangi atau menghapus segala kebijakan di bidang investasi yang dapat menghambat kegiatan perdagangan.

Perubahan berjalan terus dan untuk mengantisipasi perubahan tersebut, Indonesia tidak lagi dapat bertumpu kepada dua UU yang membedakan penanaman Modal Asing dan dalam negeri. Karena itu kedua undang ini kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Berdasarkan UU Penanaman Modal ini, dapat didirikan  perusahaan patungan atau Joint Venture Company yang kepemilikannya bisa lebih dari satu pihak baik dari dalam negeri maupun asing sepanjang bidang usaha yang akan digeluti tidak termasuk di dalam Daftar Negatif Investasi yang dikelola oleh BKPM atau Badan Koordinasi penanaman Modal. Daftar ini terus direvisi dan kian tahun terus dipangkas habis sehingga semakin banyak bidang usaha yang terbuka untuk modal asing dan patungan.

Perusahaan Joint Venture didirikan sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sebelum membentuk Perusahaan Joint Venture para pihak terlebih dahulu membuat perjanjian Joint Venture yang menjadi dasar pendirian perusahaan tersebut.

Untuk mendirikan perusahaan patungan atau Joint Venture, kedua belah pihak (pihak dalam negeri dan asing tentunya sudah mengerti akan kekuatan dan kelemahan masing-masing pihak, dimana dengan membentuk perusahaan patungan ini diharapkan akan saling mengisi dan dapat mengembangkan usahanya di Indonesia. 

Dalam proses ini biasanya kedua belah pihak akan mengadakan pendekatan dan tukar menukar informasi untuk membentuk studi kelayakan perusahaan JV tersebut, Sebelum tukar menukar informasi  biasanya akan didahului oleh penandatanganan sebuah NDA atau Non Disclosure Agreement sehingga kedua pihak bisa saling berbagi informasi yang tidak akan disebar luaskan ke pihak lain.

Proses menuju Joint Venture Company dilanjutkan dengan menandatangani sebuah dokumen yang disebut dengan MOU atau Memorandum of Understanding di antara kedua belah pihak untuk melanjutkan studi bersama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline