Lihat ke Halaman Asli

Taufan Satyadharma

Pencari makna

Besok Aku Pulang, atau Sudahkah?

Diperbarui: 16 Oktober 2019   16:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: pixabay

Bagaimana bisa mendapatkan takwa bahkan sadar. Sedang diri sendiri lupa, bahwa sejatinya hamba hanyalah seorang pemuja. Seorang hamba. Kawulo. Abdi dalem di rumah yang begitu agung. Dengan berbagai dimensi dan gradasi ruang yang menghijabi cara pandang indera.

Sedang hamba-hamba itu justru menciptakan tandingan Sang Pencipta. Melalui harapan, keinginan, bahkan keimanannya sendiri. Padahal, sudah jelas rumah ini dipersilahkan untuk ditempati dengan berbagai hamparan ruang dan sudut. Dengan hiasan atap nan begitu gegap gemerlap. Akan tetapi, mengapa kau menciptakan tandingannya? Disaat kamu mengetahui segala sesuatu yang seharusnya diketahui.

Apakah yang diketahui itu? Sebuah janji dan persaksian yang menjadi awal keterikatan. Lalu seiring berjalannya waktu dan bertumbuhnya ilmu lantaran perjalanan yang dilaluinya. Karakter pun dicipta sedemikian banyak agar semuanya dapat menikmati kebahagiaan. 

Semua tumbuh tidak dengan makanan yang selama ini dikenal semacam nasi, roti, buah-buahan, atau semacamnya. Melainkan mereka disajikan santapan berupa cinta, perselisihan, pertengkaran, kesetiaan, kehilangan, dan segala sesuatu yang lebih sering dikenal dengan masalah.

Tapi, itulah makanan selagi kita hidup mengembara di rumah yang luas ini. Permainan yang telah diatur sedemikian rupa oleh Sang Empunya. Bahkan para malaikat yang protes karena mengetahui akibat dari penciptaan hamba-hamba ini, Dia hanya menjawab, "Aku lebih mengetahui apa yang engkau tidak ketahui."

Hargailah hidup yang hanya beberapa detik ini. Kenapa hanya beberapa detik? Karena saat itu pula kamu membutuhkan nafas yang memperpanjang masa jabatan kehidupanmu. Jadikanlah detik-detik itu menjadi sesuatu momentum untuk meraup sebanyak mungkin pembelajaran agar tidak kehilangan nikmat untuk menyantap setiap hidangan yang telah disajikan.

Hidup hanya tentang cara menikmati bagaimana yang nampak benar dan salah, indah atau tidak indah, nyaman atau tidaknya suatu keadaan. Hal tersebut ibarat selera yang mengarah kepada kecendurungan seseorang. Karena semuanya pasti telah diberi bekal yang dinamakan cinta. 

Cinta yang mampu merubah salah menjadi benar. yang tidak nyaman mampu dibuat indah. Bukan mengenai seberapa khusyuk kamu menyembah Tuhan kalian masing-masing. Sesuai dengan kapasitasnya memaknai Maha Diraja. Sang Hyang, Gusti Pangeran.

Dan banyak lagi perumpamaan-perumpaan yang menjadi isyarat akan kebesaran ataupun keesaan yang menjadi keterbatasan kita memaknai sajian-sajian tersebut. Hanya saja pikiran manusia terkadang-kadang offside merasa paling benar dengan segala emosinya. Atau sebaliknya, menyepelekan cinta yang selalu menuntun langkah arahnya.

Bahkan tak sedikit dari mereka berteriak, "Ada apa dengan semua perumpaan ini! Padahal semua jelas tertulis dalam kitab." Lantas seorang gelandangan hanya menjawab Si Fulan dengan rasa kasihannya, "Kenapa kamu malas untuk berfikir? Lebih banyak mana antara firman yang tertulis dan yang tak tertulis menurutmu, wahai Fulan?"

Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?". Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.(2:26)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline