Lihat ke Halaman Asli

Tati AjengSaidah

TERVERIFIKASI

Guru di SMPN 2 Cibadak Kab. Sukabumi

Kekompakan dan Kebersamaan dengan Keluarga Besar

Diperbarui: 25 April 2021   05:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Ketika seseorang menikah, penyesuaian diri bukan hanya dilakukan dengan pasangan masing-masing tetapi juga dengan keluarga dari kedua pihak. Hal ini harus dilakukan, agar kita bisa diterima dengan baik oleh keluarga besar.  Walaupun awalnya akan terasa sulit, tetapi lama-kelamaan akan menjadi terbiasa. 

Saya berasal dari keluarga kecil hanya memiliki satu kakak dan satu adik sehingga tidak terbiasa dengan suasana yang ramai di rumah. Sedangkan suami merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara. Kakak ipar yang tinggal di Cianjur ada tiga orang sedangkan yang lain tinggal di Serang, Tangerang Selatan, dan Kuningan.

Beberapa tahun sampai sebelum Pandemi COVID-19, kebiasaan di keluarga besar suami yaitu merayakan hari raya Idulfitri bersama di Cianjur. Semua kakak ipar akan datang bersama keluarganya, sebagian ada yang datang sebelum Idulfitri dan ada juga yang datang sehari setelahnya.

Saya dan suami biasanya berangkat dari Sukabumi ke Cianjur pada keesokan harinya. Pertama kali berkumpul dengan keluarga besar suami terus terang saya merasa kaget, karena di rumah terbiasa sepi. Berkumpul bersama di rumah dengan 30 orang yang terdiri dari kakak ipar bersama anak-anaknya bahkan ada yang sudah punya cucu, merupakan hal yang baru bagi saya.

Keluarga besar suami sangat kompak ketika berkumpul, walaupun tidak pernah ada pembagian tugas tetapi masing-masing bisa menempatkan diri. Ketika pagi-pagi, kakak ipar yang laki-laki ada yang bersih-bersih rumah dan ada yang mencuci baju. Sedangkan yang perempuan ada yang pergi belanja ke pasar dan sebagian ada yang memasak di dapur.

Momen makan bersama sangat seru, kami menggelar tikar di ruang tengah dan menikmati makanan secara bersama-sama. Setelah selesai, tanpa ada yang menyuruh ada yang membereskan bekas makanan dan ada yang langsung mencuci piring.

Bila bosan dengan makanan biasa, siangnya kami akan memasak nasi liwet dan membakar ikan nila. Yang bertugas untuk membakar ikan adalah suami dan kakak ipar yang laki-laki sedangkan yang memasak nasi liwet beserta pelengkapnya adalah kakak ipar yang perempuan dan saya ikut juga membantu.

Khusus untuk makan nasi liwet, disajikan mengunakan alas daun pisang dan makannya di teras rumah. Kegiatan makan bersama ini menambah rasa kebersamaan dan keakraban antar anggota keluarga.

Ziarah ke kuburan orang tua dan bershilaturahmi ke rumah tetangga ataupun saudara juga dilakukan bersama-sama. Sehingga oleh tetangga dan saudara, keluarga besar suami sering mendapat sebutan keluarga yang kompak.

Setelah beberapa hari menikmati momen berkumpul bersama, kami akan pulang ke rumah masing-masing. Pada saat datang ke Cianjur, setiap keluarga membawa oleh-oleh ciri khas daerah masing-masing. Tuan rumah yang bertugas mengaturnya, setiap keluarga akan mendapatkan oleh-oleh yang di bawa oleh keluarga yang lain dan dimasukan ke dalam dus. Kemudian dusnya akan diberi nama, supaya tidak ada yang membawa kembali oleh-oleh yang di bawanya dari rumahnya.

Walaupun mertua sudah meninggal tahun 2009, kami masih berkumpul bersama di Cianjur pada saat Idulfitri. Lokasinya berpindah ke rumah kakak ipar nomor tiga, tapi kebersamaan dan kekompakannya masih sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline