Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Catatan Pegiat Literasi: Bila Orang Lain Salah, Apa Kamu Pasti Benar?

Diperbarui: 24 Oktober 2021   06:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Zaman begini, memang ngeri-ngeri sedap. Era digital, justru makin banyak orang yang gemar gibah alias ngomongin orang lain. Atau mengumbar aib orang lain. Atas dalih peduli atau apalah namanya. Mereka jadi lupa. Bahwa mereka tidak memberi makan orang lain. Bahkan tidak sedikitpun bertanggung jawab pada orang lain. Di dunia apalagi di akhirat.

Bila orang lain salah, apa kamu pasti benar?

Begitulah pertanyaan penting. Untuk kamu atau orang-orang yang "sok peduli" atau sering ber-gibah. Kaum yang gemar membicarakan orang lain. Secara tatap muka, online atau di grup WA. Apalagi ditambah embel-embel, atas nama kepedulian. Untuk kebaikan an dalih-dalih lainnya.

Kamu lupa ya. Perhatian itu bagus. Peduli itu penting. Tapi untuk hal-hal yang bersifat kebaikan. Untuk membantu kesusahan orang lain. Atau memberikan solusi atas masalah. Orang lapar itu butuh diberi makan, bukan nasihat. Begitulah perhatian dan kepedulian yang hakiki bekerja. Bukan sebaliknya, membantu tidak malah lebih banyak ngomongin. Sama sekali tidak literat.

Peduli itu bukan untuk mencari aib atau salah orang lain. Apalagi ber-gibah yang tidak berakhir. Apa tdiak ada kerjaan lain? Katanya rajin ibadah, rajin zikir dan ngaji. Tapi kok perilakunya bertolak belakang? Makin ngeri-ngeri sedap. Bila setiap hari, ada saja yang di-share hanya untuk mendapat respon dan komentar "sepaham". Bersetuju untuk kejelekan, apa ada gunanya?

Katanya, manusia tempatnya berbuat salah. Katanya tidak ada manusia yang sempurna. Bahkan katanya, dunia pun hanya sementara. Bila tahu sementara, kenapa jatah hidup dipakai untuk perbuatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat?

Sudah jadi kodrat manusia. Bahwa siapa pun pasti punya kekurangan, pasti pula punya kelebihan. Tinggal apapun realitas-nya, setiap manusia dituntut untuk mampu mengendalikan atau menyelaraskannya. Karena apa pun yang terjadi, sudah ada dalam genggaman-Nya. Bila ikhtiar sudah, doa pun rampung maka selebihnya tinggal menerima lapang dada sesuai ketentuan-Nya. Itu sudah lebih dari cukup.

Lagi pula selagi di dunia, siapa pun pada akhirnya hanya akan menanggung dua hal saja. Satu, memperoleh kebaikan yang telah ditanamnya. Kedua, menerima keburukan yan telah ditebarkannya. Karena apapun, semua akan kembali kepada yang melakukan perbuatannya. Itu hukum Allah SWT. 

Seperti pegiat literasi di taman bacaan. Hanya tahu berbuat untuk menyediakan akses bacaan anak-anak kampung, memberantas buta huruf bahkan menyantuni anak-anak yatim dan kaum jompo. Menebar kebaikan, membantu kaum yang membutuhkan bantuan. Maka kerjakanlah yang baik, bukan sebaliknya.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline