Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Kampanye Literasi, Jangan Menilai Buku dari Sampulnya

Diperbarui: 17 Maret 2021   06:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pribadi

"Jangan menilai buku dari sampulnya". Begitu kalimat kiasan yang populer.

Secara sederhana, dapat diartikan jangan menilai bobot atau nilai dari suatu hal dari penampilan luarnya saja. Tampak lahir belum tentu sama dengan tampak batin. Bungkus seseorang tidak selalu sama dengan isinya. Maka, buku harus dibaca isinya. Jangan hanya terpaku sebatas sampulnya atau cover-nya.

Ada makna tersirat dari kalimat kiasan itu, Seseorag yang terlihat biasa-biasa saja, penampilannya apa adanya. Sering disepelekan banyak orang. Disangka bodoh. Padahal, ilmunya berlimpah dan wawasannya sangat luas. Sementara ada orang yang teriakannya kencang, omongnya banyak. Ternyata, itu hanya bungkus yang menutupi kebodohannya, keburukannya. Dalam pergaulan, bisa disebut orang yang "di depan lain, di belakang lain". Mungkin, ada banyak orang yang bungkusnya berbeda dengan isinya.  

Jangan menilai buku dari sampulnya. Bisa diartikan untuk berhati-hati dengan apa dan siapa saja. Tetap mawas diri pada setiap keadaan. Karena zaman now, memang sulit menebak "mana kawan mana lawan". Karena berbeda, antara bungkus dan isinya. Lahir yang  tidak sama dengan batin.

Seperti di taman bacaan. Untuk menjalankannya tidak cukup hanya niat baik. Tapi butuh komitmen dan konsistensi untuk mengelolanya. Agar tidak mati suri. Taman bacaan tidak cukup anak-anak yang banyak. Tapi buku hanya sedikit. Atau sebaliknya, buku banyak tapi anak yang membaca sedikit. Maka di mana pun, taman bacaan harus kreatif dan menarik. Tentu dengan cara dan kebisaannya masing-masing. Agar bungkus dan isi di taman bacaan tetap sama.

Jangan menilai buku dari sampulnya. Maka setiap buku yang dibaca harusnya menjadikan pembacanya lebih baik. Buku yang mampu menjadikan pribadi-pribadi lebih bijak, lebih mampu memahami realitas. Bila kamu benar, maka tidak perlu marah. Bila kamu salah maka wahib minta maaf. Bila kamu kuat, maka jangan bikin orang lain lemah. Bila kamu lemah, maka tidak perlu takut. Karena apa pun yang ada pada kamu. Akan pudar oleh waktu.

Jangan menilai buku dari sampulnya. Maka untuk menjadi lebih baik. Terkadang kita harus berhenti mendengarkan orang lain. Dan harus lebih peduli untuk mendengar apa yang disuarakan oleh hati nurani. Agar bungkus sama dengan isinya. Salam literasi #KampanyeLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline