Lihat ke Halaman Asli

Syarif Yunus

Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Agar Tidak Mati Suri, Taman Bacaan Harus Kolaborasi

Diperbarui: 8 Agustus 2020   07:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: TBM Lentera Pustaka

Tidak sedikit taman bacaan di Indonesia seakan "jalan di tempat". Konsekuensinya, tata kelola taman bacaan pun dilakukan apa adanya atau setengah hati. 

Lalu, bagaimana mungkin gerakan literasi sebagai gerakan sadar untuk "memahami dan memampukan" bisa berjalan dengan optimal? Karena literasi memang bukan sekadar baca-tulis. 

Namun sebuah cara untuk menjadikan seseorang untuk paham dan mampu sehingga berdaya. Saya menyebut literasi sebagai "gerakan untuk bertahan hidup tiap orang pada masanya".  

Apalagi di tengah wabah Covid-19 dan saat sekolah "merumahkan" siswanya untuk belajar;

ketika Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tidak efektif. Inilah momen taman bacaan di manapun untuk membuktikan peran penting dan tanggung jawab sosialnya kepada pemerintah dan masyarakat. 

Taman bacaan sebagai sarana alternatif pendidikan nonformal yang tetap mampu mewadahi anak-anak usia sekolah untuk tetap belajar dan membaca di taman bacaan. 

Taman bacaan sebagai "learning centre" masyarakat, di samping menjadi bagian social empowerment dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia di luar sekolah.

Maka mengelola taman bacaan sama sekali tridak bisa lagi sendirian. Mau tidak mau, tata kelola taman bacaan di era revolusi industri harus berkolaborasi. Bersinergi dengan banyak pihak untuk membangun kepedulian terhadap gerakan literasi bagi masyarakat Indonesia. 

Beberapa kolaborasi yang bisa dilakukan antara lain: 1) pengadaan buku atau donatur buku, 2) relawan untuk menjadikan program taman bacaan lebih asyik dan menyenangkan, 3) sponsor CSR koroorasi untuk membiayai operasional taman bacaan, 4) bersama warga sekitar untuk mewujudkan program berkelanjutan, dan 5) aparatur pemerintah setempat untuk memperkuat kelembagaan dan peran taman bacaan. Tentu masih banyak lagi kolaborasi yang bisa dikreasi dari dan untuk taman bacaan. Agar taman bacaan tidak "mati suri" keberadaannya.

Apalagi taman bacaan adalah "pekerjaan hati" bukan pekerjaan eksistensi atau sensasi. Karena kegaduhan seperti apapun di luar sana, taman bacaan harus tetap berjalan dalam mengemban gerakan literasi. Oleh karena itu, taman bacaan harus dikelola secara profesional, sepenuh hati, dan yang papling penting kolaborasi. Melibatkan banyak pihak secara bersama-sama memajukan taman bacaan sebagai social empowerment.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline