Lihat ke Halaman Asli

Syahrial

TERVERIFIKASI

Guru Madya

Memaknai Idul Fitri sebagai Hari Berbuka Puasa: Menegakkan Sunnah Rasulullah

Diperbarui: 18 April 2024   00:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen CNBC Indonesia 

Idul Fithri adalah momen istimewa yang dinanti-nantikan umat Muslim setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Hari raya ini menjadi simbol kemenangan atas perjuangan melawan hawa nafsu dan menjaga diri dari segala perbuatan tercela. Namun, terdapat perbedaan pemahaman dalam memaknai Idul Fithri. Beberapa pihak menafsirkannya sebagai "hari kembali kepada fitrah" atau kembali kepada kesucian, sementara yang lain memahaminya sebagai "hari berbuka puasa" sesuai dengan hadits Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Dalam artikel ini, kita akan mengupas makna sebenarnya dari Idul Fithri berdasarkan dalil-dalil yang sahih dan pemahaman para ulama salaf. Dengan demikian, kita dapat merayakan Idul Fithri dengan pemahaman yang utuh dan sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Hadits yang Menjadi Landasan

Hadits yang menjadi landasan dalam memaknai Idul Fithri adalah sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, "Dan (Idul) Fithri kamu itu ialah pada hari kamu (semuanya) berbuka, sedangkan (Idul) Adha ialah pada hari kamu (semuanya) menyembelih hewan" (HR. Abu Dawud).

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan tegas menyatakan bahwa Idul Fithri adalah hari di mana umat Muslim berbuka puasa secara bersama-sama setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Beliau tidak menyebutkan sedikitpun tentang "kembali kepada fitrah" atau kesucian dalam memaknai Idul Fithri.

Pemahaman Para Ulama

Sejalan dengan hadits ini, para ulama dan ahli ilmu sepanjang zaman memahami Idul Fithri sebagai hari berbuka puasa. Mereka tidak pernah menafsirkannya sebagai "kembali kepada fitrah" atau kesucian. Bahkan, mereka dengan tegas menolak penafsiran semacam itu karena tidak memiliki landasan dalil yang kuat.

Sebagaimana dikutip dari situs almanhaj.or.id, "Tidak ada yang menterjemahkan dan memahami demikian kecuali orang-orang yang benar-benar jahil tentang dalil-dalil Sunnah dan lughoh/bahasa." Ini menunjukkan bahwa penafsiran "kembali kepada fitrah" tidak memiliki dasar yang kuat dari sudut pandang ilmu hadits dan bahasa Arab.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, salah satu ulama kontemporer terkemuka, juga menegaskan hal ini dalam kitab beliau Syarh Bulughul Maram. Beliau menjelaskan bahwa Idul Fithri adalah hari di mana umat Muslim berbuka puasa setelah sebulan penuh menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri.

Hikmah Hari Berbuka Puasa

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline