Lihat ke Halaman Asli

I Wayan Suyanta

Swadharma pada Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Kekurangan Diri

Diperbarui: 10 Juni 2020   06:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjadi manusia seakan kita terus berada pada lapisan alam ego. Seakan-akan kita bisa menguasai alam semesta. Kita percaya bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi menghantarkan pada pencerahan. Baik bersifat rohani ataupun fisik. Kita tidak semestinya tenggelam dan euphoria dalam suasana "mengaku". Bahwa kita bisa menguasai dan menangklukkan alam semesta.

Bahkan seharusnya kita rendah hati menjalani laku kita di dunia dini. Kita manusia tidak bisa menciptakan sebiji beras ataupun sehelai daun. Dan di awal pemujaan / sembah kita terhadap Tuhan dan Alam Semesta, kita perlu berbenah diri dengan kejujuran bahwa kita adalah mahkluk hina. Hina ini dimaksudkan adalah sebagai berikut:

Pertama, Hina Aksara, maksudnya kita sadar dengan kurang pemahaman aksara atau sastra, baik sastra yang ada di luar diri ataupun di dalam diri. Terdapat banyak sastra yang belum bisa kita ungkap atau ketahui selama dalam perjalanan hidup reinkarnasi saat ini.  

Kedua, Hina Padam, artinya kita sadar sesadar-sadarnya bahwa kita kurang tahu jalan menuju Tuhan. Hanya Tuhanlah yang dapat memberi kita petunjuk dan obor kehidupan.    

Ketiga, Hina Bhakti  artinya kita sadar bahwa kita kurang ingatan untuk mengingat kebesaran Tuhan dan secara otomatis kita sadari bahwa kita kurang Bhakti. Seringkali manusia lupa akan kebesaran Tuhan, dan sebaiknya kita mengakui hal ini agar beliau selalu memberikan ingatan-ingatan ajaran kebenaran dan kebaikan.

Keempat, Hina Widhi artinya kita sadar kurang jujur yang mendekati kejujuran Alam dan Tuhan yang maha segala-galanya.  

Kelima, Mantra Hinam artinya kita sadar bahwa kita sangat minimal pengetahuan tentang mantra yang telah ditulis oleh leluhur kita, yang demikian banyaknya bahkan tak terhitung jumlahnya.

Keenam, Krya hinam artinya kita menyadari bahwa kita sesungguhnya tidak punya kuasa terhadap semua kehidupan sepanjang kita tidak pernah menciptakan sehelai daun atau sebiji beras.

Dengan ungkapan sembah awal / puja pengaksama yang sangat mendasar itu, maka dapat kita simak kesimpulannya,  bahwa kerendahan dan kehinaan yang benar-benar memberikan spirit tentang kerendahan hati kita sebagai pewaris ajaran Agama di Bali pada khususnya.

Dengan demikian kita perlu sekali mencermati kerendahan hati dan sebaliknya bagaimana kronologisnya Tuhan ada di mana-mana (Maha Tahu, Maha Karya, dan lainnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline