Lihat ke Halaman Asli

Membimbing Remaja Memasuki Fase Pubertas

Diperbarui: 31 Mei 2016   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi fase pubertas (Sumber: www.health.kompas.com)

Bagi pasangan suami isteri, dikaruniai anak, baik perempuan maupun laki-laki adalah suatu kebahagiaan tersendiri. Sebaliknya, mengasuh dan mendidik anak juga suatu tugas mulia yang dipercayakan kepada pasangan suami isteri, yang kini boleh menyebut dirinya sebagai orang tua.

Periode perkembangan anak, dari 0-1 tahun dikenal dengan perode bayi, 1-4 tahun dikenal sebagai balita, 5-12 tahun dikenal sebagai masa pendidikan dasar mulai dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TK dan SD.

Masa-masa itu adalah masa yang tidak terlalu berbahaya atau disebut fase aman. Yang paling bahaya hanyalah bila si anak sakit, atau malas belajar.

Pubertas

Periode berikutnya adalah masa 13- 17 tahun dikenal dengan masa remaja namun sering juga dikenal dengan istilah fase pubertas. Masa peralihan dari dunia anak ke ke dunia orang dewasa.

Pubertas adalah masa yang tidak bisa dicegah atau dihindari, ada fase dimana anak yang menuju dewasa, pada masa remaja mengalami proses perubahan secara fisik dan psikologis. Anak laki-laki ditandai dengan tumbuhnya jakun di leher dan tumbuhnya rambut di sekitar penis, ketiak, dagu (jambang) dan di bawah hidung (kumis) serta suara yang intonasinya berat. Anak perempuan ditandai dengan mulai mendapatkan haid pertama, buah dada yang mulai tumbuh sehingga diperkenalkan dengan bra, serta tumbuhnya rambut di sekitar vagina dan ketiak.

Secara psikologis pada fase pubertas, anak mulai mencoba mandiri, sering melawan kehendak orang tua atau guru, mulai berkelompok dengan teman sebaya yang memiliki keinginan yang sama, serta mulai timbul rasa ketertarikan pada lawan jenis.

Jatuh Cinta

Kasus terakhir, timbul rasa ketertarikan pada lawan jenis sering disebut dengan istilah jatuh cinta. Anak mulai mengenal istilah punya pacar atau pacaran. Nah, dalam proses transisi ini mutlak perlu bimbingan dari orang tua yang harus dapat dilakukan dengan baik tanpa kesan menggurui atau melakukan pelarangan, yang menyebabkan munculnya pacaran lewat pintu belakang (back street).

Pacaran tidak perlu dilarang, namun orang tua harus mampu bersikap arif agar anak memiliki sikap keterbukaan dalam masa pacaran ini. Pacaran harus diarahkan ke arah yang positif dan produktif, misal belajar bersama guna meningkatkan prestasi di sekolah, melakukan kegiatan kreatif guna mengasah intuisi si anak, giat membaca dan menulis, dan bersosialisasi dengan lingkungan.

Jadi tidak melulu berduaan saja, yang pada akhirnya ada setan diantara mereka. Kecenderungan berduaan yang paling mengerikan adalah bila pacaran sudah mengarah pada permainan fisik, dari mulai pegangan tangan, saling meraba, ciuman bibir yang puncaknya akan mulai melakukan kegiatan seks aktif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline