Lihat ke Halaman Asli

Sutan Malin Sati

tukang saluang hobi barandai

UU Ciptaker, Mandat Rakyat Terusir Khianat di Ruang Dewan

Diperbarui: 6 Oktober 2020   16:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Matinya Demokrasi, Sumber: akun Facebook RIP Demokrasi Indonesia

Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dikebut pengesahannya menjadi undang-undang. Pada Sabtu (3/10) menjelang tengah malam, DPR menyepakati RUU Ciptaker untuk disepakati di Sidang Paripurna DPR RI. Fraksi Partai Demokrat di DPR RI yang diikuti Fraksi PKS menolak kesepakatan tengah malam tersebut.

Namun, lawan tak seimbang. Tujuh berbanding dua. Partai koalisi "gemuk" pemerintah ditambah perwakilan pemerintah dan DPD RI menggulung aspirasi kaum buruh yang diperjuangkan dua partai tersebut. Dengan demikian, pembahasan RUU Ciptaker di tingkat I itu tinggal disahkan di Rapat Paripurna pada Kamis, 8 Oktober 2020.

Mengetahui besarnya penolakan publik atas RUU ini; dimana dikabarkan gabungan serikat buruh akan melakukan unras pada 6-8 Oktober 2020, tiba-tiba Rapat Paripurna DPR RI pengesahan RUU Ciptaker dimajukan pada 5 Oktober 2020.

Dalam proses perjalanan Rapat Paripurna, di ruang majelis terhormat itu beberapa insiden "pemberangusan" hak bersuara terjadi. Contohnya, dengan "arogan" pimpinan sidang tidak memberikan izin kepada peserta yang melakukan interupsi. Terkesan pimpinan sidang tak paham mengenai praktik/teknik persidangan yang biasanya merupakan materi dasar bagi pelajar/mahasiswa yang mengikuti organisasi.

Selain itu, dalam Rapat Paripurna DPR RI yang disiarkan secara streaming tersebut, Ketua DPR RI Puan Maharani juga kedepatan tiba-tiba mematikan mic milik Irawan, angota Fraksi Partai Demokrat saat mengemukakan pendapatnya. Tindakan ini tentu terlihat sangat arogan dan tidak beretika. Terkesan takut kalah berdebat, maka praktik abuse of power pun dilakukan.

Rakyat pun saat ini menunjukkan mosi tak percaya kepada pemerintah dan DPR RI. Bagaimana tidak, kebebasan/demokrasi yang kita raih dengan darah dan nyawa para reformis 98 kini justru direnggut dari ruang dewan. Jika pada tahun 98 mahasiwa menduduki gedung kura-kura sebagai simbol perjuangan rakyat merebut kebebasan/demokrasi, kini justru demokrasi itu dibunuh dari dalam gedung dewan dengan cara memberangus hak bersuara pihak oposisi.

Khianat Atas Mandat Rakyat di RUU Ciptaker

RUU Ciptaker merupakan keinginan dari pemerintah. Bahkan Presiden Joko Widodo di awal pemerintahan jilid II-nya menginginkan RUU ini bisa selesai dalam kurun waktu 100 hari.  RUU ini ditolak serikat buruh seiring dengan merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia. Kala itu, Partai Demokrat dengan tegas menolak pembahasan RUU Citpaker dilanjutkan dan keluar dari Panja serta mendorong pemerintah untuk fokus dalam penanganan pandemi.

Dengan desakan yang semakin kuat; penolakan dari kelompok buruh, aktivis perempuan, aktivis lingkungan, dan aktivis di bidang hukum, menjelang hari buruh 1 Mei 2020, Presiden Jokowi mengumumkan untuk menunda sementara pembahasan RUU tersebut. Semua pihak saat itu mengapresiasi keputusan sang presiden.

Namun, kenyataan berkata lain. Dewan diam-diam terus melanjutkan pembahasan RUU Ciptaker. Sidang-sidang di tengah pandemi dilakukan. Hal ini memaksa Partai Demokrat kembali bergabung dalam pembahasan di Baleg sebagai wujud menjalankan kewajiban politiknya untuk memperjuangkan aspirasi rakyat.

DPR pun grasa-grusu mempercepat pembahasan RUU Ciptaker di tengah hujan kritik yang disampaikan Partai Demokrat dan desakan kaum buruh. Keputusan pun diambil di saat publik tertidur lelap. Rapat Paripurna dimajukan. Bahkan diketahui, anggota dewan tidak menerima salinan fisik atau hardcopy RUU Ciptaker saat sidang paripurna digelar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline