Lihat ke Halaman Asli

Suradin

Penulis Dompu Selatan

Berlayar Mengarungi Teluk Cempi

Diperbarui: 25 November 2021   04:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri. Suradin

Lautan serupa rumah bersama bagi nelayan yang mendiami desa pesisir di selatan Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Lautan yang luas dengan segala misterinya telah lama menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat pesisir. Dengan perahu yang beragam tipe dan jenis, mereka berlayar  mengarungi lautan yang menghampar luas.

Seperti sore ini, Senin, 22 November 2021. Ketika langit sore yang begitu cerah dengan deburan ombak yang tak seberapa mengancam, kami bergegas melangkah. Di atas hamparan pasir putih yang memanjang jauh, kami menuju perahu yang sedang ditambatkan tak jauh dari bibir pantai.

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Kali ini saya bersama dua kawan. Sebut saja Pak Yamin dan bang Syarif. Pak Yamin memang aslinya berprofesi nelayan. Dia warga asli Desa Jala. Sejak kecil dia sudah lama dididik dan diajarkan oleh bapaknya untuk mengarungi lautan demi menjaring ikan. Tidak cukup sampai di situ, diajarinya pula membaca tanda-tanda alam agar bisa memantapkan hati kapan harus berlayar dan kapan menambatkan perahu.

Saya dan bang Syarif tampak belum terbiasa mengarungi lautan dengan perahu. Di bayang-bayangi kekhawatiran mabuk laut kami terus meyakinkan diri. Perahu bergerak pasti dengan buritan yang dikendalikan oleh pak Yamin. Tujuan kami memang ingin berlayar. Dengan mesin tempel yang berbunyi nyaring, perahu melaju pelan.

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Mula-mula perahu yang kami tumpangi menyambangi destinasi wisata pantai Ngampa. Dari arah laut berdiri beberapa kafe di bibir pantai. Para pengunjung tampak menikmati panorama pantai yang belakangan viral di media sosial ini. Ada yang selfi, ada pula sepasang kekasih yang bermadu kasih sembari memungut bahagia saat temaram senja menyapa.

Dokpri. Suradin

Dokpri. Pak Yamin

Tidak  ingin ketinggalan momen, saya memotret sekitar dengan kamera handphone di tangan. Hasilnya lumayan sebagai bukti bahwa kami pernah berada di atas perahu dan menyaksikan eksotisnya pantai Ngampa yang sedang berbenah. Dentuman musik dari arah kafe beradu kencang dengan gemuruh ombak yang memecah karang.

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Sesaat kemudian perahu berputar arah. Kami ingin lebih ke tengah lautan. Benar saja, pak Yamin sang pengendali perahu mengatur ritme melajunya perahu. Perahu kami mendekat dengan beberapa perahu nelayan yang sedang sibuk menarik jaring. Ada yang sendiri, tetapi ada pula yang bersama dengan kawannya. Kami saling menyapa. Ketika kamera handphone saya arahkan, beberapa terlihat bergaya. Mereka mengangkat tangan.

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Menurut pak Yamin, ketika nelayan berada di lautan mereka serasa keluarga besar yang menjadikan lautan rumah bersama. Di laut, mereka akan selalu siap mengulurkan bantuan kala ada yang membutuhkan. Menyapa kala bersua, dan berkumpul ketika jaring sudah di lepas ke dasar lautan.

Kami beruntung berlayar saat laut dalam keadaan tenang. Sapuan mentari sore mendamai di ujung hari. Suasananya begitu menyenangkan ketika melepas pandang pada sekitar. Dari jauh Desa Jala masih terlihat jelas, gunung-gunung menjulang tinggi, awan tebal begitu indah di sapu mentari.

Sejenak kami berbincang dengan beberapa nelayan. Mereka sedang berbincang saat perahu yang kami tumpangi mendekat. Mereka menyambut dengan senyum merekah. Kami menyeberang ke perahu salah satu di antaranya, setelah ujung perahu di dekatkan sebagai jembatan untuk menyeberang. Mereka menerima kami serupa saudara sendiri yang sabang hari baru bersua. Bahkan saat duduk bersama nelayan, kami malah disuguhkan makanan dan minuman yang sebenarnya bekal mereka selama berada di lautan. Luar biasa.

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Salah seorang berkisah, bahwa dirinya barusan melepas jaring. Dibiarkan jaringnya itu, dan beberapa jam kemudian baru ditarik dan diangkat ke permukaan. Dia pemburu lobster. Jaringnya memang dikhususkan untuk menangkap udang besar ini. Pasalnya, lumayan jika mampu menangkap puluhan ekor. Hasilnya bisa membeli beras untuk kebutuhan satu minggu. Satu kilo di nilai seratusan lebih, itu pun tergantung lobster yang ditangkap. Satu kilo bisa tujuh atau delapan ekor. Tapi jika ukurannya besar, maka satu kilo hanya sekitar empat atau lima ekor saja.

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Dokpri. Suradin

Karena tidak ingin penasaran, jadilah kami ingin melihat langsung bagaimana penangkapan lobster itu. Ketika malam menyelimuti hari, dengan bantuan senter, jaring mulai di tarik. Pelan tapi pasti. Pak Yamin ikut membantu. Sementara saya dan bang Syarif sigap dengan handphone di tangan untuk mendokumentasikan proses itu. Ternyata dibutuhkan kesabaran pada saat menarik jaring. Kami hanya menangkap beberapa, tapi hasilnya lumayan.

Dokpri. Suradin

Pada nelayan ini saya menaruh kebanggaan. Walaupun masih muda, dirinya bisa berhari-hari dan bermalam di tengah lautan. Melepas jaring hanya ingin memastikan keluarganya tetap bisa makan dalam menyambung hari. Kepada kami, dirinya seolah ingin mengatakan beginilah aktivitas nelayan kala berada di lautan. Melepas jaring lalu menaruh harap agar tangkapan bisa memberi senyum pada semesta.

Setelah proses penarikan jaring usai, kami pun memutuskan untuk kembali ke darat. Kami orang darat yang ingin memahami tentang laut dengan segala dinamikanya. Sekeping kisah hari ini, memberi pelajaran yang luar biasa sebagai bekal di kemudian hari. Bahwa sesungguhnya kehidupan ini adalah perjuangan yang tak pernah berhenti.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline