Lihat ke Halaman Asli

Suradin

Penulis Dompu Selatan

Gadis Pesisir Desa Jala

Diperbarui: 26 Oktober 2021   06:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri. Suradin

DI atas hamparan pasir putih, anak itu bermain. 

Membuat istana dari pasir, menggaris-garis dengan membentuk gambar kotak-kotak sejurus kemudian loncat-loncat. Saya mengamatinya tidak seberapa jauh. Kuda besi merek jupiter yang saya parkir tidak jauh dari bibir pantai. Anak itu tampak ceria. Tidak soal baju yang dikenakannya sudah lusuh atau tidak. 

Tidak khawatir di telang ombak, lalu tenggelam di bawa arus hingga ke dasar laut. Ia memandang laut serupa rumah kedua yang menjadi tempat bermain, tanpa khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Dokpri. Suradin

Hari semakin sore. Megah-megah tampak kemerah-merahan. Perahu berjejer serupa motor tukang ojek yang sedang menunggu penumpang. Saya lalu duduk di gladak perahu. Melepas pandang pada sekitar. 

Air laut cukup tenang. Ombak menghempas pantai dengan cukup anggun. Buihnya serupa kristal. Saya kemudian berpijak di atas pasir putih serupa tepung ini. Sesekali lari-lari kecil di kejar air laut.

Saya kemudian menghampiri anak itu. Tampaknya dia terlihat capek. Melihat saya datang, tampaknya dia malu-malu. Tapi tidak menjauh. Tatapannya penuh dengan pertanyaan. Saya asing baginya. Mungkin dilihatnya sebagai orang yang datang dari negeri anta beranta.

 Dia tampaknya tahu saya bukan warganya. Bukan pula nelayan apa lagi keluarganya. Saya mendekat dan mengajaknya berbincang. Mengajukan tanya tentang nama dan identitasnya. Saya serupa penyidik yang mencecar korban dengan beragam pertanyaan. Tapi pada anak ini saya ingin bersahabat.

Dokpri. Suradin

Dia menjawab datar. Suaranya hampir tidak terdengar karena di telang suara ombak. Dia masih duduk di sekolah dasar. Bapaknya seorang nelayan yang sabang hari membawa hasil tangkapan dari ruang samudra. Rumahnya tidak jauh dari bibir pantai. Ibunya tidak pernah menaruh khawatir kalau dia bermain di bibir pantai. Terbiasa. 

Dia anak sematang wayang yang ingin selalu menemani bapaknya menantang ombak lalu menarik jala di tengah lautan luas. Tapi, karena masih belum cukup dewasa, bapaknya belum berani membawanya ke tengah lautan.

"Nanti ada saatnya kamu bersama bapak naik perahu" Ujarnya, menirukan pesan bapaknya.

Dia sudah bisa membaca dan menulis. Bahkan dia sesekali mengajari bapaknya kala malam meninggi. Pasalnya, bapaknya tidak pernah mengenyam pendidikan. Sejak kecil hanya bergumul dengan laut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline