Lihat ke Halaman Asli

Sultan Muholafatul Akbar

Mahasiswa Ekonomi Syariah Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA)

Gaya Hidup Fomo,Yolo, Membuat Finansial Menjadi Loyo

Diperbarui: 11 Oktober 2025   14:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sultan Muholafatul Akbar / Sumber Foto : Pribadi

Dalam era modern yang ditandai oleh percepatan globalisasi, gaya hidup manusia cenderung mengikuti arus globalisasi ini. Globalisasi didefinisikan sebagai suatu gejala dari perubahan yang dilahirkan dari masyarakat di seluruh dunia. Globalisasi telah menjadikan seluruh dunia menjalani perubahan di setiap zaman kehidupan. Lahirnya globalisasi mempunyai dampak yang menyebar hampir merata ke seluruh dunia. Secara positif, globalisasi akan memudahkan segala sesuatu yang kita lakukan Dalam hal mengelola keuangan khususnya. Dari sisi negatif, globalisasi bisa memudahkan orang menyalahgunakan aksinya lewat media sosial, misalnya membuat berita hoax atau berita palsu melihat trend masa kini mulai dari lifestyle, outfit trend masa kini  yang tidak ada manfaat dan kebenarannya, mampu juga memudahkan seseorang mengakses konten-konten negatif yang tidak layak untuk ditonton, bahkan seseorang dapat meretas/ mencuri data pribadi orang lain tanpa izin.

Hal ini telah memunculkan kecenderungan manusia untuk memprioritaskan kebutuhan sekunder dan tersier dibandingkan kebutuhan primer, ini  disebabkan oleh persepsi yang tidak ingin atau takut ketinggalan trend masa kini,yang dikenal dengan istilah FOMO (Fear of Missing Out) dan juga persepsi  bahwa hidup hanya terjadi sekali, yang dikenal dengan istilah YOLO (You Only Live Once).

Perkembangan ekonomi global menuntut setiap individu untuk memiliki literasi keuangan yang baik supaya dapat bersikap serta mengambil keputusan keuangan dengan bijak di era saat ini. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap individu supaya dapat terhindar dari kondisi finansial yang buruk. Menurut data survei dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indonesia mengalami peningkatan indeks literasi keuangan serta inklusi keuangan pada tahun 2022. Adanya peningkatan tersebut diharapkan masyarakat dapat memahami dengan baik mengenai hak dan kewajibannya dalam menggunakan produk maupun jasa keuangan supaya dapat berdampak baik pada pengelolaan keuangannya.(Nur & Wulandari, 2024)

Melalui pengelolaan keuangan yang baik, maka kebutuhan dan tujuan hidup dari setiap individu dapat tercapai. Pengelolaan keuangan merupakan perilaku seseorang atau individu dalam mengelola keuangannya secara sistematis demi memenuhi kebutuhannya di masa depan. perilaku pengelolaan keuangan juga  akan berhubungan dengan tanggung jawab keuangan dari setiap individu mengenai bagaimana cara mengelola keuangan mereka. Setiap individu memiliki karakteristik sifat yang berbeda-beda dalam melakukan pengelolaan keuangannya Perbedaan tersebut dapat digolongkan ke dalam suatu kelompok yang terdiri atas individu yang memiliki persamaan tahun lahir atau biasa disebut dengan generasi.

Menurut data jumlah kependudukan BPS tahun 2022, generasi z merupakan kelompok yang jumlah penduduknya paling banyak. Generasi z sudah mengetahui akan pentingnya mengelola keuangan seperti menabung dan berinvestasi, akan tetapi masih banyak yang belum bisa menjalankannya dengan baik. Hal tersebut disebabkan karena saat ini terdapat tren prinsip hidup pada Generasi Z yaitu You Only Live Once (YOLO) serta Fear of Missing Out (FOMO) yang nantinya dapat mempengaruhi perilaku dalam mengelola keuangan mereka. Kedua tren prinsip hidup tersebut dapat mendorong Generasi Z memiliki karakteristik yang cenderung lebih konsumtif dibanding generasi lainnya.

Adapun fenomena yang dikenal dengan istilah YOLO (You Only Live Once) telah menjadi semakin populer sebagai gaya hidup di kalangan masyarakat modern. Bersumber dari Cambridge Dictionary, istilah YOLO diartikan sebagai "You Only Live Once": used, especially on social media, to mean that you should do things that are enjoyable or exciting, even if they are silly or slightly dangerous. Meskipun konsep YOLO pada dasarnya mengajak manusia untuk menghargai kehidupan dengan penuh kesadaran karena hidup hanya sekali, namun sayangnya, interpretasi negatif dari konsep ini juga telah marak terutama di kalangan generasi muda. Dalam banyak kasus, konsep YOLO negatif membenarkan pilihan yang berisiko atau tidak bijaksana semata-mata demi kepuasan diri sendiri, Istilah YOLO telah menjadi andalan kaum milenial untuk menikmati hidup secara maksimal dan bebas. Sebab frasa YOLO sendiri telah mengekspresikan ketidakpastian masa depan. Contoh, bagi seseorang yang meman- dang interpretasi YOLO secara negatif adalah bertindak konsumtif pada hal-hal yang tidak terlalu dibutuhkan, misalnya experience buying.(Nofrita sari Gea, 2023).

Sejarah dan efek YOLO menunjukkan bahwa gaya hidup ini mendorong seseorang untuk menikmati hidup secara bebas dan semaksimal mungkin. semboyan populer YOLO (You Only Live Once), yang sering diadopsi oleh generasi milenial, mengajak untuk menjalani kehidupan dengan penuh kesenangan. Namun, jika dikonseptualisasikan secara berlebihan, hal ini dapat membawa dampak negatif. Ada beberapa contoh yang menyoroti pemahaman yang salah terhadap prinsip YOLO. Beberapa individu menafsirkan YOLO sebagai alasan untuk melakukan pembelian impulsif tanpa mempertimbangkan kebutuhan sebenarnya. Mereka menggunakan kartu kredit secara berlebihan, berbelanja tanpa perencanaan, dan berhutang demi memenuhi keinginan sesaat, mengakibatkan penelantaran pada perencanaan keuangan untu masa depan, dan berpotensi menghadapi masalah finansial di masa depan. Selain itu, gaya hidup YOLO juga dapat membuat seseorang abai terhadap pentingnya menabung atau berinvestasi untuk masa depan finansialnya. Fokus pada kesenangan saat ini sering kali mengesampingkan konsekuensi jangka panjang, mempertaruhkan stabilitas keuangan jangka Panjang. Dalam semangat YOLO, terkadang orang cenderung menganggap wajar berhutang hanya untuk memenuhi gaya hidup dan kebutuhan konsumtif.

Berdasarkan hasil riset OCBC NISP Financial Fitness Index (FFI) tahun 2024 bersama lembaga riset Nielsen IQ menunjukkan bahwa 80% anak muda menghabiskan uang untuk menyesuaikan gaya hidup dengan teman, dimana hal ini menandakan tren You Only Live Once (YOLO) dan Fear of Missing Out (FOMO) masih kuat terjadi di kalangan generasi muda termasuk mahasiswa. Tingginya lifestyle YOLO dan FOMO menunjukkan kurangnya pemahaman mengenai pengelolaan keuangan yang sehat dan kurangnya kesadaran akan prioritas finansial, dimana generasi masa kini masih berfokus pada kesenangan jangka pendek. Fenomena YOLO dan FOMO juga cenderung mengarahkan generasi muda termasuk mahasiswa ke pola hidup konsumtif yang bisa berdampak pada pengelolaan keuangan yang tidak bijaksana. Sikap konsumtif dalam pengelolaan keuangan akan memunculkan sikap keuangan yang tidak bertanggung jawab dan menimbulkan masalah keuangan di masa depan. sikap konsumtif yang berlebihan harus dikendalikan melalui peningkatan kesadaran finansial pribadi, kebiasaan pengelolaan keuangan yang bijaksana, dan memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan.(Pokhrel, 2024)

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan bahwa literasi keuangan menjadi sesuatu yang penting agar generasi muda saat ini dapat mengedepankan kebutuhan dibandingkan keinginan. Mahasiswa sebagai kaum intelektual harus memiliki literasi keuangan agar dapat menerapkan perilaku keuangan yang sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan (SNLIK) menyatakan indeks literasi keuangan tahun 2024 sebesar 65,43%. Angka ini menunjukkan bahwa literasi keuangan di Indonesia masih tergolong rendah (www.ojk.go.id). Literasi Keuangan merupakan kemampuan mahasiswa dalam memahami dan menggunakan pengetahuan keuangan dalam pengambilan keputusan keuangan pribadi. Literasi keuangan melibatkan kemampuan praktis dalam mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik Literasi keuangan yang rendah menyebabkan mahasiswa mengambil keputusan keuangan yang salah dan membatasi kemampuan mahasiswa dalam membuat keputusan keuangan yang tepat.

Perilaku pengelolaan keuangan harus diimplementasikan sebaik mungkin mulai dari generasi muda yang telah memasuki usia produktif atau Generasi Z supaya terhindar dari kondisi finansial yang buruk di masa depan, inilah yang sering terjadi khususnya pada Generasi-Z, yang mana mereka tidak mementingkan keuangannya dengan jangka panjang, yang ada pada dirinya hanyalah untuk mendapatkan kesenangan semata ketika ia sedang mengalami keuangannya dalam kondisi yang maksimal, prinsip gaya hidup You Only Live Once (YOLO) serta Fear of Missing Out (FOMO) jika Dalam konteks ekonomi dan Gaya Hidup (Lifestyle) Dalam menjalankan kehidupan sehari hari tentu saja sangat bahaya dan keuangan (individu) bisa menjadi loyo atau lemah, berbeda jika prinsip gaya hidup FOMO dan YOLO ini di implementasikan dalam konteks agama atau kebaikan maka akan lebih ke arah yang lebih positif dan bermanfaat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline