Lihat ke Halaman Asli

Sulastri

17.21.00197

Hidup Rukun Berdampingan sebagai Perwujudan Moderasi Beragama Keberagaman sebagai Bentuk Karunia Allah

Diperbarui: 2 Desember 2020   08:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia adalah negara yang kaya dengan berbagai potensi alam, budaya, serta karakteristik khusus yang dimilikinya. Perbedaan kondisi geografis Indonesia yang membentang hingga membaginya dalam beberapa wilayah, merupakan salah satu faktor yang menjadikan Indonesia memiliki keunikan dan variasi di berbagai aspek seperti mata pencaharian masyarakat, ciri fisik masyarakat, suku, ras, agama, dan budaya. Perbedaan tersebut dinamakan sebagai keberagaman yang semuanya perlu untuk diterima dan dihargai keberadaannya.

Penerimaan terhadap berbagai keberagaman di Indonesia, telah lama menjadi perhatian khusus dan hal utama yang harus terus ditegakkan. Semboyan negara yang berbunyi "Bhinneka Tunggal Ika" memperjelas bahwa adanya perbedaan harus tetap membawa pada sikap bersatu, menghindari perselisihan. Dasar negara Indonesia juga memuat nilai -- nilai yang mendukung penuh terhadap penerimaan atas keberagaman, khususnya nilai yang termuat dalam sila ketiga Pancasila yang berbunyi "Persatuan Indonesia". Bunyi sila tersebut mengandung makna jelas bahwa adanya berbagai perbedaan atau keberagaman di Indonesia, mengharuskan seluruh elemen masyarakat untuk menjunjung tinggi sikap bersatu yang dapat dicerminkan dengan perilaku hidup rukun dalam berkehidupan. Negara yang menjunjung nilai persatuan atas keberagaman tidak hanya negara Indonesia, tetapi negara -- negara di Eropa sekalipun yang dahulunya menerapkan perbedaan perlakuan terhadap rakyat kulit putih dan kulit hitam kini sudah menghilangkan tindakan diskrimanasi seperti demikian.

Keberagaman sudah selayaknya menjadi hal unik yang harus disyukuri dan dimaknai sebagai karunia indah dalam kehidupan manusia. Pemaknaan keberagaman sebagai karunia, tidak hanya didukung berdasarkan pengetahuan atau wawasan kewarganegaraan saja tetapi berlaku juga dalam sisi agama khususnya agama islam. Surat Al -- Hujurat ayat 13 menyatakan firman Allah "Wahai manusia, sesungguhnya Aku menciptakan kamu dari seorang laki -- laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -- bangsa dan bersuku -- suku supaya kamu saling kenal -- mengenal". Berdasarkan ayat tersebut, disebutkan bahwa keberagaman atau perbedaan sudah secara lahiriah sebagai bentuk qodrati atau karunia dari Allah SWT sehingga wajib kita syukuri dan terima dengan baik.

Munculnya Sikap Intoleran Di Masa Kini

Masyarakat Indonesia memiliki keberagaman yang mencakup berbagai macam etnis, bahasa, agama, budaya, dan status sosial. Akhmadi, 2019 menyatakan bahwa dalam masyarakat multikultural, interaksi sesama manusia cukup tinggi intensitasnya. Banyaknya interaksi yang terjadi di kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara memungkinkan arah interaksi dalam bentuk positif dan negatif.

Keberagaman yang ada di Indonesia pada realita saat ini, menjadi sebuah tantangan tersendiri di kehidupan. Keberagaman yang ada khususnya berkaitan dengan ras, suku, dan agama seringkali menjadi permasalahan dalam masyarakat. Seperti yang termuat di berita berbagai media, konflik tentang fanatisme agama bermunculan. Konflik yang terjadi bahkan tidak hanya sekedar adu mulut atau pendapat di tulisan saja, tetapi sudah sampai pada kegiatan saling menyerang dan saling melapor dengan mengatasnamakan membela agama.

Perbedaan pendapat, intoleransi, dan sikap egoisme tinggi pada suatu individu yang akhirnya menyatu dalam kelompok sama, seringkali  menjadi faktor pemicu adanya konflik. Konflik yang tejadi dapat mengarah pada tindak saling mencari kebenarannya sendiri, menolak mediasi dan argumentasi, serta sikap menghakimi sendiri hingga berujung pada kekerasan. Konflik berbasis kekerasan di Indonesia seringkali berakhir menjadi bencana kemanusiaan yang cenderung berkembang. Hal ini yang menjadikan proses penanganan konflik membutuhkan waktu lama (Akhmadi,2019).

Sikap toleransi, tenggangrasa, dan saling menghargai seringkali tidak diindahkan oleh masyarakat. Mereka cenderung mudah terprovokasi dan mudah memanas dengan penambahan bahasa media tanpa mengolahnya secara logis dan mengecek fakta. Sutanto,2005 menyatakan bahwa konflik yang telah mencapai titik kekerasan dapat dipastikan bahwa konflik tersebut ditangani secara salah atau bahkan telah diabaikan. Rahayu dan Lesmana, 2020 mengungkap bahwa konflik berdasarkan intoleransi yang ada di Indonesia semakin meningkat. Intoleransi yang ada harus diatasi dan diredam dengan cara yang tepat tanpa kekerasan hingga memperoleh ketercapaian yang membentuk suasana hidup damai. Adanya keberagaman yang seringkali menuai konflik, maka fokus yang dapat kita ketahui secara bersama adalah cara penanganan dan tindakan upaya preventif yang dapat dilakukan.

Moderasi Beragama untuk Mencapai Kedamaian

Konflik di masyarakat yang sering terjadi karena keberagaman khususnya dalam sisi agama, harus ditangani dan diatasi dengan cara yang bijak. Suasana yang masih damai sekalipun perlu dilakukan tindakan preventif untuk menghindari konflik. Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah dengan adanya moderasi beragama yang dimaknai secara benar. Kata moderat dalam bahasa Arab dikenal dengan al-wasathiyah. Kata al-Wasath yang tercantum dalam Al-Qur'an surat Al- Baqarah ayat : 143, dimaknai sebagai terbaik dan paling sempurna. Moderasi beragama khususnya dalam Islam, selalu mengedepankan sikap toleransi, saling menghargai, dengan tetap meyakini kebenaran keyakinan masing-masing agama dan mazhab, sehingga semua dapat menerima keputusan dengan kepala dingin tanpa harus terlibat dalam aksi yang anarkis.

Sesuai dengan ajaran di agama islam, bahwa segala perbedaan dan perselisihan harus ditengahi dengan sikap damai dan adil. Kamali, 2015 menegaskan bahwa moderate, tidak dapat dilepaskan dari dua kata kunci lainnya, yakni berimbang (balance), dan adil (justice). Moderat bukan berarti kita kompromi dengan prinsip-prinsip pokok (ushuliyah) ajaran agama yang diyakini demi bersikap toleran kepada umat agama lain. Tanpa keseimbangan dan keadilan, seruan moderasi beragama akan menjadi tidak efektif. Dengan demikian, moderat berarti harus saling mendekat dan mencari titik temu. Suri tauladan yang baik dan mulia tentang sikap tenang, sabar, mencintai kedamaian, sudah banyak diketahui oleh umat islam berdasar kisah Rasulullah. Rasulullah sebagai rahmatan lil'alamin, selalu mengajarkan tuntunan yang baik yang sudah seharusnya diteladani.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline