Lihat ke Halaman Asli

Tenun Ikat Kai Ne'e Kupang: Gunakan Pewarna Alami dan Jadi Destinasi Favorit Turis

Diperbarui: 14 Maret 2016   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu kabupaten yang termasuk wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah Kabupaten Kupang.  Kabupaten yang terletak di bagian paling selatan Indonesia memiliki 24 buah pulau, anatara lain  Pulau Timor, Semau dan Kera. Dengan luas wiayah sekitar 5.431,23 Km²,  Kabupaten ini memilik d 24 kecamatan, 160 desa dan kelurahan sejumlah 17.

Seperti daerah lainnya, Kabupaten Kupang  memiliki sejumlah aset serta potensi budaya. Yang terkenal adalah  tenun ikat dengan segenap ragam motif dan ulirnya. Ciri khas  tenu Kupang  adalah tenun yang dibuat secara tradisional yang dikerjakan oleh sebagian besar  perempuan  yang  memiliki keterampilan menenun yang diwariskan oleh nenek moyang dan diturunkan ke keturunannya.

Hampir di semua kecamatan, sebagian besar warga desa mempunyai usaha rumahan membuat kain tenun.  Salah satunya berada di Kecamatan Amarasi Barat. Di kecamatan ini, kelurahan dan desanya mempunyai kelompok tenun ikat.

[caption caption="Persiapan sebelum penenunan , foto : dok. pribadi"][/caption]

Beberapa waktu yang lalu, saya mempunyai kesempatan untuk mengunjungi salah satu kelompok tenun ikat Kai Ne’e yang berada di di kelurahan Teunbaun Kecamatan Amarasi Barat.

Di kelurahan Tenunbaun ada sekitar  empat  kelompok tenun yaitu Kaimanfafa yang berada di lingkungan 2, Kreit Penbuat 1 yang berada di lingkungan 2, Kreit Panbuat 3 yang berada di lingkungan 2 dan satu kelompok Tenun Ikat Kai Ne’e yang berada di lingkungan 5. Masing-masing kelompok penenun terdiri dari 10 orang anggota yang kesemuanya ibu-ibu.

Kelompok tenun ikat Kai Ne’e, sudah ada sejak tahun 2004 lalu, mereka mempunyai ketrampilan menenun yang diwarisi dari nenek moyang.  Tradisi di Kupang, semua orang dalam keluarga membutuhkan kain tenun yang dipergunakan untuk berbagai upacara adat seperti perkawinan, kematian, dan adat lainnya. Setipa orang paling tidak membutuhkan satu lembar tenun  yang dipergunakan untuk kegiatan adat tersebut. Hal inilah yang mendorong hampir semua perempuan Kupang (terutama ibu-ibu dana generasi ibu yang tua) bisa membuat kain tenun. Bahkan menurut kepala desa Teunbaun,Abrion Muni Rasi, kemampuan menenun perempuan akan menambahn nilai plus di mata suami. Apalagi hasil tenunan yang bagus akan menuai pujian dari orang lain sehingga menambah rasa percaya diri sang suami dan turut membanggakan karya istrinya.

[caption caption="foto: dok. pribadi"]

[/caption]

Mama Katerina Nepa Rasi, ketua kelompok tenun Kai Ne’e,  merelakan rumahnya sebagai sekretariatan kelompok , sekaligus  sebagai show room yang memajang produk kain tenun ikat hasil kelompok.  Secara rutin anggota berkumpul setiap hari Senin, untuk berkoordinasi sekaligus menenun bersama.

Kelompok ini membuat kain tenun dengan pewarnaan alami, yaitu mengunakan tumbuhan, akar dan buah-buahan yang tersedia di sekitar mereka. Sederhana saja, mereka memilih mengunakan pewarna alami karena hasil warna kain akana lebih awet bisa bertahan puluhan tahun dan pengunaan pewarna alami tidak akan mencemari lingkungan. Meskipun tergolong lebih rumit, lama, repot dan butuh ketrampilan serta ketelatenan khusus dalam meramu  pewarna alami, toh kelompok ini tidak pernah mengeluh bahkan terus  bertahan dengan warna alami tenun ikat mereka.

Proses pembuatan pewarna alami dan selembar kian tenun butuh waktu lama

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline