Melihat perkembangan yang terjadi di pemberitaan media dan perbincangan di social media, sy tertarik untuk sebarakan info ini: Alhamdulillah Indonesia sudah berubah, jadi Negara demokratis ditandai dengan kebebasan berpendapat. Di Twitter, siapapun boleh ngomong apapun kepada kepala Negara, bandingkan dengan era orde baru, kritik dikit bisa ditangkap. Masih ingat Widji Thukul yang hilang entah ke mana akibat selalu mengkritik pemerintah orde baru lewat puisinya? Sekarang kita bebas ngomong apa aja, Pemimpin kita lebih demokratis, kebebasan berpendapat sangat dijunjung tinggi. Sayangnya, banyak oknum yang memanfaatkan kebebasan ini secara kebablasan dan digunakan secara tidak terpuji. Oknum media banyak yang salah gunakan kebebasan ini dengan memfitnah orang lain, contoh Ahok Marah ke TV One karena Fitnah Jokowi Ahok à http://www.youtube.com/watch?v=1Sq6N4MsohA Oknum media juga banyak yg seolah menjadi hakim, memaksakan seseorang bersalah, padahal yang berhak lakukan itu adalah lembaga peradilan, contoh memaksakan Ibas terlibat di kasus Hambalang, padahal di sidang dan penyidikan gak ada bukti yg mendukung. Contoh lain adalah, menjadikan sosok bunda puteri sebagai sosok jahat dan bersalah, dan berusaha mengait-ngaitkannya ke Presiden SBY, padahal tak didukung bukti2 di pengadilan Oknum media juga sering pelintir perkataan seseorang untuk kepentingan mereka sendiri, contoh: Menuduh @aheryawan seolah2 mendukung miss world, padahal tidak à http://infoislami.com/pejabat-kesbangpol-provinsi-jabar-agus-hanafi-media-pelintir-berita-pak-aher-tak-dukung-miss-world/ Jika media tidak menyampaikan informasi yang sesungguhnya terjadi dan merugikan pihak tertentu, bukankah itu fitnah? Apa yang terjadi jika Anda yg jadi korban fitnah oknum media? Jika peran media dijadikan senjata oleh oknum tertentu untuk menghakimi seseorang bersalah tanpa bukti di pengadilan, perlu dipertanyakan lagi peran media sebagai pilar ke-4 demokrasi. Oleh karena itu, media perlu diatur agar tertib dan tidak lagi hanya sekedar menjadi corong kepentingan pemiliknya. Kasihan para jurnalis itu, jika mereka hanya menjadi kuli pembodoh masyarakat melalui media tempatnya bekerja. Masih banyak jurnalis yang jujur, jika media tak diatur dengan tertib, kasihan mereka2 ini, reputasinya rusak gara oknum media yg tak bertanggung jawab. Karena itu, regulasi yang lebih ketat terhadap media mendesak dilakukan, jika perlu, media yang bandel dicabut ijin operasinya. Ibarat penyakit kanker, oknum media ini akan menyebarkan virus busuk ke media lain yg lebih bersih. Mungkin perlu dibuat gerakan social untuk jurnalisme sehat, agar masyarakat tak dibohongi oknum jurnalis dan pemilik media yang jahat. Atas nama kebaikan bangsa ini, kita harus berani bilang: Stop Jurnalisme Jahat