Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Karakter Anggota Media Sosial

Diperbarui: 24 Januari 2019   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada yang memungkiri media sosial (WhatsApp, Line, Instagram, facebook), sangat membantu untuk berkomunikasi di dunia maya. Berkat media sosial dapat mempertemukan teman sekolah/kuliah yang sudah lama berpisah karena tuntutan profesi. 

Intinya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, berdampak bukan hanya bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan, tetapi tali silaturahmi yang lama terputus dapat tersambung kembali. Rajutan tali pertemanan dalam komunitas (grup) di media sosial, seperti Whatshapp dan Instagram. Walaupun  Line dan Facebook masih dimanfaatkan, tetapi nilai intensitasnya mulai menurun.

Ketika dimasukkan group WA oleh Admin, dampak langsung sibuk membuka HP untuk mengetahui informasi, dan pastinya memori handphone cepat penuh. Lazim setiap orang mempunyai anggota komunitas dalam grup WA lebih dari satu. Mulai dari komunitas teman sekolah, komunitas kemasyarakatan (PKK, RT, pengajian), komunitas hubungan darah (keluarga, trah), komunitas profesi, komunitas kepanitiaan kegiatan (temporer). Bisa dibayangkan bila tiap grup berisi 50 anggota, tinggal mengalikan komunitas yang diikuti. Diakui, sehari tidak membuka HP, dijamin ada ratusan atau ribuan pesan WA yang belum terbaca. Padahal isinya sekedar "say hello", basa-basi mengucapkan "selamat pagi" dengan tulisan, gambar, suara, video. Kalau sudah begini dapat dipastikan HP langsung "lemot", ngadat/hang.

Belum kalau mengamati berbagai karakter anggota grup WA. Ada yang "lebay", mengirimkan kegiatan pribadinya, sedang apa, pergi kemana, lengkap dengan foto selfinya. Padahal tidak ada relevansinya dengan group, artinya WA sebagai tempat untuk eksistensi diri. Kondisi ini tentu sangat menganggu dan memenuhi memori HP. 

Selain itu ada yang menyerempet politik, agama, bahkan kampanye dengan nada provokatif, atau menyebarkan berita "hoaks", dan pronografi. Aneh lagi, ada  anggota yang "lupa diri" terbiasa dengan nada memerintah seperti dengan anak buah. Padahal anggota grup WA kedudukannya sejajar tidak ada atasan dan bawahan. Kalau sudah begini grup WA seakan menjadi ajang eksistensi diri (show off), bukan lagi untuk mempererat tali silaturahmi, dan berbagi informasi.  

Isi WA yang sudah melenceng dari tujuan awal, membuat suasana tidak nyaman, dan hanya "menyimak", bosan, malas untuk membaca, apalagi berkomentar. Tindakan yang dilakukan  menghapus semua pesan WA tanpa menyimak satu persatu. Konsekwensinya informasi penting seperti undangan rapat, arisan, nikahan, berita lelayu, terlewatkan. 

Masih ada lagi anggota grup yang jemarinya gatal, suka copas dari grup sebelah (tetangga) tanpa berpikir  untuk memilih dan memilah informasi itu benar, asli, atau hoaks belaka. Ironisnya, justru bangga sebagai orang pertama yang mengirimkan informasi di grupnya. Padahal isinya hoaks, tidak benar dan kebohongan yang disebarkan tanpa dikomfirmasi ke sumbernya.

Disinilah seseorang dapat diketahui sejauh mana untuk memahami makna "bijak dan cerdas" dalam bermedia sosial. Hal ini sangat berkorelasi dengan tingkat pendidikan, lingkungan sosial, dan kecerdasan emosional.

Selain itu ada anggota grup sukanya mengirimkan cerita bersambung (cerbung) yang sudah dimuat dimedia cetak atau dibukukan, seperti "Naga Sosro Sabuk Inten", "Ko Ping Ho", "Api di Bukit Menoreh", dan cerita lain bersambung, atau membuat cerpen sendiri di sebarkan ke anggota grup WA. 

Haduh semakin membuat HP menjadi "mati" beneran, sehingga pemiliknya "mati gaya", karena HP ngadat tidak mau dibuka.  Pernahkan si pengirim berpikir kalau apa yang dilakukan untuk mengirim copas yang panjang itu dapat menganggu kinerja HP anggota WA lain ?.

Memang diakui WA dapat mempererat hubungan pertemanan sekedar untuk berkabar yang sudah lama tidak ketemu karena tugas, profesi, dan pilihan hidup yang berbeda. Ketika ketemu sangat wajar bila membuat grup WA, namun yang perlu diingat tetap harus menjaga "rasa" saling menghormati, menghargai, dalam menjalin pertemanan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline