Lihat ke Halaman Asli

Aneka Rupa Rambu Impor Pangan

Diperbarui: 24 Januari 2019   02:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(suaramerdeka.com)

Dalam hal pengelolaan pangan, kita harus bisa membedakan antara kedaulatan dan ketahanan pangan. Dua kategori itu memiliki implikasi yang berbeda-beda.

Swasembada pangan sendiri, adalah salah satu bentuk atau upaya menuju kedaulatan dan ketahanan pangan. Seperti halnya demokrasi adalah sebuah proses menuju masyarakat madani, swasembada adalah tahapan menuju kedaulatan dan/atau ketahanan pangan.

Kedaulatan pangan bisa tercapai saat kita benar-benar tidak bergantung pada pihak lain. Kondisi ini tergolong ekstrem. Karena di dunia yang sudah nyaris tanpa sekat ini, tidak ada satu negara pun yang bisa benar-benar hidup sendiri. Bahkan Korea Utara sekalipun, membutuhkan Cina dan Rusia. Meski hubungan itu mereka gelar secara sembunyi dan diam-diam.

Indonesia sendiri tidak akan bisa mencapai status kedaulatan pangan. Karena kita tidak akan bisa memenuhi kebutuhan pangan kita sendiri. Contoh sederhananya, masyarakat kita tidak akan bisa hidup tanpa tempe tahu di mejanya barang beberapa hari. 

Akan ada yang kurang bila lauk itu tidak tersaji. Sedangkan kita semua sudah mahfum, tempe dan tahu kita berasal dari kedelai impor. Atau ketidakmampuan kita memproduksi tepung terigu. Sedangkan Indonesia, sama sekali tidak bisa menghasilkan gandum sebagai bahan baku terigu.

Dosa ya (meme editan pribadi)

Oleh karena itu, status yang paling pas dan tidak memalukan adalah ketahanan pangan. Tidak ada yang akan meremehkan Singapura, karena dia selalu mengimpor kebutuhan pangannya. Pun begitu juga dengan Indonesia. Impor kebutuhan pangan, bukanlah yang memalukan. Selama itu dilakukan sesuai dengan rambu-rambu yang ada.

Misalnya bila kebutuhan dalam negeri kita memang tidak bisa dipenuhi sendiri, khususnya untuk komoditas strategis seperti bahan pangan pokok. Impor semacam ini bisa dilakukan, manakala ada kekurangan pasokan akibat gagal panen, bencana alam, dan kelaparan yang meluas.

Impor juga mesti dilakukan dengan pertimbangan masa panen. Jangan bertindak konyol dengan cara mengimpor komoditas, sedangkan di waktu yang bersamaan petani kita sedang panen besar-besaran. Itu sama saja dengan mengadu produksi dalam negeri.

Penekanan terhadap isu impor pangan ini mesti dikemukakan karena kembali mengemuka di awal tahun 2019. Sorotan datang dari berbagai pihak yang mempertanyakan maksud di balik impor pangan mendekati agenda Pemilu tahun ini.

Dengan kata lain, boleh saja impor selama itu maksudnya menciptakan ketahanan pangan. Tentu dengan tidak mengorbankan petani dalam negeri dan kepentingan mereka.

Rujukan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline