Lihat ke Halaman Asli

Soufie Retorika

Penyuka seni, budaya Lahat

Mukena Hadiah Nenek

Diperbarui: 12 Mei 2020   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. kompal


Berduyun-duyun umat muslim menyambut Ramadhan dengan sukacita, benak kita terikat erat pada keluarga besar biasanya. Diawali sebelum masuk bulan Ramadhan, dengan berkunjung ke rumah orang tua, ke tempat keluarga yang dituakan dan ziarah. Di keluarga kami biasanya anak-anak akan datang estafet ke rumah bapak ibu di Palembang. Saat itu aku baru-baru kuliah jauh dari orang tua, dan betapa rindunya dengan Ramadhan di rumah orang tua. 

Seminggu sebelum Idul Fitri aku sudah tiba di Palembang. Rutinitas biasa dilakukan saat Ramadhan, sahur dan berbuka bersama keluarga. Belajar Al Qur'an sekalian ikut bareng khatam. Ibadah tarawih di dekat rumah kami.
Ada satu kebiasaan bapak saat Ramadhan adalah bersih-bersih rumah, gotong royong mengecat dan memperbaiki rumah, menata tanaman di pekarangan.

Kami enam bersaudara jadi untuk membereskan rumah punya bagian masing-masing. Ibu yang paling sedikit, hanya bagian masak-masak. Itu juga kami sudah punya bagian menjadi asisten ibu. Ibu juga punya asisten rumah tangga untuk membantunya saat kami tidak di rumah.

Bapak adalah kapten kapal yang siap memberikan titah pada anak-anaknya, tapi rasanya kami jarang diperintah bapak ibu untuk masalah merapikan rumah dan urusan membantu ibu di dapur. Hingga urusan tanaman pun sudah ada bagian kami anaknya yang mengurusi.

Satu pesan bapak yang kini sudah almarhum, bahwa jangan merepotkan ibu. Itulah kenapa tugas-tugas di rumah sudah terbagi pada kami masing-masing. Bagian ibu hanya memasak di dapur atau melakukan hal yang disukainya.

Kegiatan Ramadhan dari ibadah hingga kegiatan lain yang kami lakukan bersama-sama hingga Idul Fitri berlangsung hingga beberapa tahun setelah bapak tiada. Karena kini ibu sudah sepuh dan tidak bisa terlalu banyak beraktivitas.

Ada hal istimewa yang kuingat dilakukan ibu pada cucu-cucunya setelah kami semua menikah. Ia membuatkan cucu perempuannya mukena satu persatu. Mukena yang dijahitnya sendiri. Ibu mempunyai hobi menjahit sejak belia. Dan punya mesin jahit butterfly yang usianya lebih dari 50 tahun. Sebab menurut cerita ibu, mesin jahit itu dimilikinya sejak masih muda, sementara usia ibu sudah sekitar 85 tahun.

Kembali ke cerita mukena hasil karya nenek, mukena itu dibuatnya satu paket dengan tas. Bahkan satu karya nenek, mukena dan tas yang ketika lipatan tas dibuka menjadi sebuah sajadah. Cucu perempuan ibu ada 9 saat itu, bisa dibayangkan jika ia menjahit 9 mukena indah dan tas nya untuk cucu-cucunya.

Dan sejak 2015 lalu mukena untuk 3 orang anak perempuanku kusumbangkan untuk anak-anak yang membutuhkan. Pujian bahkan cerita dari penerima mukena itu hanya, kuminta berdoa baik untuk ibuku. Alasan mukena tersebut diberikan pada yang membutuhkan, sebab saat ini anak-anak sudah SMA, saat SMP saja sudah tidak bisa mereka pakai karena diberikan nenek saat mereka duduk di bangku SD.

Anak-anakku bangga memakai mukena buatan nenek yang bagus dan berbahan halus, berwarna dasar putih, dihiasi renda bunga, berwarna hijau, jingga dan merah jambu. Aku ingat setiap anak memiliki renda yang berbeda-beda. Pujian dari cucu -cucunya yang bangga masih sering kudengar.

Sebab selain mukena dibuatkan pula dompet dan tempat alat tulis. Saat Ramadhan, mereka sangat bangga menerima buah tangan nenek yang sangat berkesan. Dan paling berkesan buat ketiga anakku adalah mukena tersebut. Apalagi saat diberikan untuk anak yang membutuhkan terlihat baru, karena bahannya yang halus dan bagus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline