Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat

#DiRumahAja, Saatnya PSSI Evaluasi Pembina Atau Pelatih Sepak Bola Akar Rumput=Pendidik

Diperbarui: 30 Maret 2020   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: doc.Supartono JW

Berkenaan dengan wabah virus corona yang telah berpandemi ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia, boleh dikatakan seluruh federasi sepak bola telah memutuskan untuk menghentikan kompetisi sepak bola di negaranya. 

Seluruh kompetisi di Eropa dan Amerika serta dunia yang dihelat FIFA pun dihentikan. Di Inggris, sejak 13 Maret 2020, FA resmi mengeluarkan pernyataan bahwa seluruh kompetisi Liga Inggris dihentikan. 

Pun di Indonesia juga dihentikan dengan waktu yang tak terbatas, hingga menunggu wabah corona kondusif. 

PSSI mengambil langkah dengan menghentikan kompetisi Liga 1 dan Liga 2 efektif sejak 14 Maret 2020 lalu. Selain itu, sesuai imbauan pemerintah, seluruh geliat olah raga pun dihentikan termasuk pembinaan sepak bola usia akar rumput (usia dini dan usia muda). 

Bila dihentikannya kompetisi Liga 1 dan 2, setiap klub memiliki program masing-masing untuk pemainnya, agar tetap dapat menjaga konidisi dan kebugaran pemain, maka sebagian Sekolah Sepak Bola (SSB) di Indonesia pun memberikan program khusus bagi para siswanya melalui tutoriol online dan grup media sosial.

SSB terbanyak di dunia

Perlu masyarakat ketahui, Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah Sekolah Sepak Bola (SSB) terbesar/terbanyak di dunia. Karenanya, dalam situasi wabah corona seperti sekarang, yang mengharuskan setiap orang wajib #DiRumahAja, maka menjadi hal baik bagi para pembina/pelatih SSB untuk "belajar" lagi. 

Pembina/pelatih sepak bola usia akar rumput itu sama dengan guru. Namun, bila selama ini guru di sekolah formal saja selalu diberikan pelatihan tambahan yang programnya dari Kemendikbud atau dari organisasi profesi guru,  baik dalam bentuk pelatihan atau seminar atau keterampilan lain dalam rangka meningkatkan kemampuan profesionalnya, termasuk juga disertifikasi guru, meski telah mengantongi ijazah sarjana (minamal 4 tahun pendidikan), maka pembina/pelatih SSB pun harus demikian. 

Sayangnya, para pembina/pelatih SSB yang sekadar hanya berlisensi D/C/B/A yang sertifikatnya diperolah dengan pelatihan hanya hitungan minggu/bulan, ternyata hingga kini, PSSI sendiri tidak pernah mengadakan pelatihan atau penguatan khusus bagi para pembina/pelatih SSB tersebut yang benar-benar tak memiliki latar belakang lain, semisal sebagai guru di eksolah formal.

Maka, pantas saja, bila Shin Tae-yong pun mempersoalkan hal dasar yang sewajibnya menjadi kemampuan prima para pemain timnas, yaitu passing. Faktanya, selama ini, setelah saya telusuri, hampir semua SSB di Indonesia, ternyata menerapkan pola pembinaan/pelatihan anak usia dini dan muda, layaknya seperti latihan dalam klub, sebab apa? 

Para pembina/pelatihnya adalah mantan pemain sepak bola mulai dari mantan pemain timnas, pemain klub, sampai hanya sekadar pemain kampung. Walaupun sudah ditunjang oleh Kurikulum Filanesia, tetap tak cukup. Malah bagi saya Kurikulum Filanesia belum dapat disebut kurikulum, karena hanya berisi panduan-panduan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline