Lihat ke Halaman Asli

Siti LailatulMaghfiroh

Early Chilhood Enthusiast

Terlalu Ikut Campur Urusan Anak, Baikkah?

Diperbarui: 5 Oktober 2020   10:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aduhh, sini ibu aja. Nanti salah semua"

"Biar ibu aja. Nanti jatuh"

Kalimat tersebut sering kali kita jumpai, terutama ketika anak mengalami kesulitan. Orangtua akan spontan mengucapkan sebagian kecil dari kalimat tersebut. Maksud orangtua yang khawatir dan takut bila terjadi sesuatu pada sang anak, malah bisa memberikan dampak buruk bagi anak. 

Seperti yang terjadi pada salah satu peserta didik di TK dekat rumahku. Bedanya yang bersikap seperti itu adalah neneknya. Dan sempat aku berbincang-bincang dengan salah satu gurunya tadi pagi. 

"Ada mbak, kalo Yono (nama samaran) beda dari temen-temennya. Paling lama sendiri kalo nyelesain tugas. Saya udah coba kasih contoh biar Yono bisa dan lebih mudah dalam menyelesaikan tugas maupun masalahnya. Tapi kalo ngasih contoh dua sampe tiga kali bener-bener gak cukup. Gara-gara dirumah belom dibiasakan mandiri" ujar Bu Diba (nama samaran)

Yono berasal dari keluarga yang kedua orangtuanya sama-sama bekerja pagi pulang malam. Dari umur dua tahun Yono sudah  diasuh sepenuhnya oleh sang nenek. Setiap kali Yono mengalami kesulitan sekecil apapun, pasti neneknya selalu ada untuknya.

Kebiasaan neneknya yang selalu membantunya dalam menyelesaikan masalah yang ia hadapi tanpa membiasakan Yono mengerjakan sendiri, membuatnya menjadi pribadi yang kurang percaya diri, selalu merasa takut gagal, cenderung sulit memecahkan masalahnya sendiri dan selalu bergantung pada orang lain. Sikap neneknya yang terlalu sayang pada cucu seakan menjadi toxic tersendiri bagi cucunya. 

Sebelum membahas solusi dari kasus Yono, kita cari tau dulu apa pengertian pemecahan masalah. Mengutip penjelasan yang disampaikan Palumbo (1990), problem solving merupakan fungsi dari cara bagaimana stimulus tertentu menjadi in-put melalui sistem sensori ingatan, diproses dan dikoding melalui memori kerja (working memory/short term memory) dan disimpan bersama asoisasi-asosiasi dan peristiwa-peristiwa (histories) yang sekeluarga dalam memori jangka panjang (Long Term Memory)

Sederhananya problem solving itu proses untuk menyelesaikan masalah yang ada, yangmana berkat pengalaman sebelumnya proses tersebut bisa terjadi. 

Adanya kemampuan problem solving akan membantu anak menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi dengan baik. Bermanfaat juga ketika mereka akan mengeksplorasi dunianya, seperti saat mengerjakan tugas-tugas sekolah ataupun aktivitas sehari-hari. 

Dan untuk menanamkan kemampuan tersebut, alangkah baiknya orangtua membiasakannya pada anak sedini mungkin agar menjadi kemampuan yang melekat pada anak. 

Terdapat perbedaan kemampuan problem solving setiap usia pada anak. Developmental Milestones, Rebecca J. Schraf , Graham J. Schraf, dan Annemarie Strourstup mengungkapkan bahwa usia 5-6 tahun merupakan fase anak berkreasi dengan mainannya. 

Seperti menyusun kotak kardus untuk membuat areana balap mobil, menyelesaikan puzzle yang lebih kompleks.  Dan apabila anak memiliki kemampuan berkreasi, mengingat, berkonsentrasi, dan mengelola informasi yang ia dapat dengan baik, kemungkinan besar kemampuan problem solving anak tersebut sama baiknya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline