Lihat ke Halaman Asli

SH Tobing

Berbagi Untuk Semua | shtobing@gmail.com | www.youtube.com/@belajarkoor

Upah Per Jam, Mengurangi Karyawan Bermasalah, Meningkatkan Produktivitas, dan Investasi

Diperbarui: 14 Oktober 2020   18:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ke mall di Jam Kerja (dokpri)

Upah harian adalah zona nyaman yang seringkali membuat sebagian karyawan memanfaatkan dengan salah. Akibatnya malah jadi tidak produktif, karena banyak yang terlena, ngobrol, dan melakukan hal-hal yang tidak berguna bagi perusahaan. 

Kebiasaan itu malah membuat sebagian pekerja menjadi malas, serta banyak membuat alasan untuk bisa meninggalkan lokasi kerja. Seperti merokok atau melakukan berbagai hal yang tidak produktif, termasuk menggosip dan berbicara politik.

Akibat produktivitas yang rendah, maka perusahaan terpaksa mencari karyawan baru. Tetapi kebiasaan buruk mudah ditularkan, sehingga sebagian karyawan baru pasti akan tertular kebiasaan buruk karyawan lama. Kejadian seperti itu terus berlanjut tidak pernah habisnya, yang pasti akan membuat pengusaha pusing bagaimana mencapai tujuan perusahaan dengan efisien.

Kebiasaan Membuang Waktu Kerja

Ketika mengelola department ataupun divisi, saya juga menghadapi masalah seperti ini. Sangat sulit mengelola karyawan karena ulah beberapa karyawan yang sudah nyaman dengan jam kerja 8 pagi hingga 5 sore, tetapi dengan berbagai alasan sehingga bekerja dengan siklus berikut:

  1. Jam 08.00 - 08.30 masih sarapan
  2. Jam 08.30 - 09.00 merokok bagi perokok, atau berdandan dan menggosip di toilet
  3. Jam 09.00 - 10.00 membuka dan menjawab berbagai email (terkait pekerjaan maupun bukan)
  4. Jam 10.00 - 10.30 membicarakan berbagai email atau telpon yang masuk
  5. Jam 10.30 - 11.00 membeli atau membuat kopi atau beli snack
  6. Jam 11.00 - 11.30 melaporkan masalah yang mereka hadapi
  7. Jam 11.30 - 13.30 sudah keluar makan dan berbagai aktivitas istirahat lain (padahal istirahat jam 12.00 - 13.00)
  8. Jam 13.30 - 14.00 merokok bagi perokok, atau berdandan dan menggosip di toilet
  9. Jam 14.00 - 15.00 kembali membuka dan menjawab berbagai email (terkait pekerjaan maupun bukan)
  10. Jam 15.00 - 16.00 Mengerjakan pekerjaan yang pending dan mendiskusikan pekerjaan dengan saya atau dengan supervisor/manajernya
  11. Jam 16.00 - 16.30 Memilah pekerjaan untuk dikerjakan esok hari
  12. Jam 16.30 - 17.00 Bersih-bersih dan berdandan untuk siap-siap pulang
  13. Jam 17.00 - 19.00 Beberapa ada di kantor tapi untuk merokok dan bergosip dengan rekan-rekan lain

Siklus di atas terjadi kalau tidak ada rapat. Dan pengalaman saya, kalau ada rapat, banyak yang datang dengan tidak melakukan persiapan yang maksimal, karena waktu mereka sudah habis dipakai untuk berbagai hal yang tidak produktif.

Target dan Loading Tidak Efektif

Sejak saya ditugaskan memimpin sebuah team di tahun 1994, saya sudah melihat tipikal dari karyawan di Indonesia yang sudah terbuai dengan upah harian. Sehingga untuk keadilan dan menjaga etos kerja karyawan yang mau berprestasi, saya selalu menerapkan target loading untuk dicapai masing-masing karyawan sesuai dengan tugas dan tanggungjawab mereka. 

Saya secara terbuka menyatakan bahwa prestasi mereka akan dihitung dari loading yang sudah disepakati, dan bagi yang bisa melakukan pekerjaan lebih dari loadingnya dan dengan kualitas yang baik, akan menerima nilai plus dan menjadi dasar penilaian karya mereka.

Kendala yang saya temui, di berbagai bagian yang saya pimpin, baik fungsi back office, supporting, front office dan marketing, beberapa karyawan tidak perduli dengan nilai plus karena mengerjakan loading lebih. 

Mereka memilih mencapai target loading sesuai planning yang sudah dibuat untuk menghindari teguran. Dengan cara itu mereka sudah merasa puas dan tidak mau berbuat lebih.

Reward? Award? Who Cares

Para karyawan yang berprestasi selalu memperoleh berbagai reward, termasuk bonus dan hadiah pendidikan khusus bahkan tour. Tetapi itu semua tidak membuat karyawan lain yang biasa-biasa saja terpacu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline