Lihat ke Halaman Asli

Shofi Asfika

Seorang mahasiswa- Universitas PGRI Semarang Prodi PGSD

Belano, Program Inovatif Merdeka Belajar Berbasis Literasi Digital di Era Society 5.0

Diperbarui: 5 November 2022   01:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Shofi Asfika

PENDAHULUAN

          Perkembangan teknologi yang melejit pesat dari hari ke hari yang berdampak pada setiap aspek global umat manusia hingga pada aspek pendidikan. Sejalan dengan UU RI tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa era society 5.0 akan mempengaruhi semua aspek kehidupan termasuk kesehatan, perencanaan kota, pertanian, industri, transportasi, dan pendidikan. 

Society 5.0 adalah konsep dari pemerintah Jepang. Skobelev dan Borovik (2017) mengemukakan bahwa konsep Society 5.0 tidak terbatas pada faktor produksi, melainkan menggunakan gabungan ruang fisik dan dunia maya (virtual) untuk menyelesaikan masalah sosial. 

Kemungkinan besar, konsep ini  membuat kita tergerak untuk menjangkau informasi yang tersedia diinternet yang berdasar pada iptek untuk memenuhi tujuan dan kebutuhan manusia. Dalam dunia pendidikan, hampir semua konten yang mendukung pembelajaran berasal dari teknologi. Namun, peran guru tidak akan tergantikan oleh robot cerdas. Hal ini dikarenakan sentuhan emosional dan aspek didik hanya dimiliki oleh manusia.

          Menyongsong era society 5.0, sekolah membutuhkan perubahan paradigma dalam pendidikan. Dalam konteks ini, guru mengurangi perannya sebagai penyedia bahan ajar dan guru menjadi inspirasi bagi tumbuh kembangnya kreativitas siswa. Guru berperan sebagai fasilitator, pengajar, sumber inspirasi dan pembelajar sejati yang memotivasi siswa untuk “Merdeka Belajar”. 

Menurut Astini (2022) bahwa merdeka belajar adalah inisiatif kebijakan yang digagas oleh Kemendikbud RI untuk belajar secara bebas, mandiri, dan kreatif dengan memberikan kebebasan kepada sekolah, guru, dan siswa untuk berinovasi. Kebebasan berinovasi ini harus dimulai dari guru sebagai roda penggerak pendidikan nasional. 

Salah satu inovasi yang sesuai dengan era society 5.0 ini adalah dengan mengadopsi media sosial sebagai sarana pembelajaran bagi siswa. Media sosial adalah sarana digital yang dapat diakses secara universal untuk aktivitas sosial di dunia maya. 

Tentu saja, peran media sosial dalam pendidikan sangat krusial karena banyak referensi ilmu yang berbeda dan bisa saling berbagi informasi. Hal ini juga diperkuat oleh Nofatin et al. (2019) bahwa media sosial memiliki segudang manfaat, antara lain meningkatkan kuantitas dan kualitas konsultasi antara guru dan siswa, membuka peluang dialog dan kolaborasi dalam penyelesaian tugas, serta meningkatkan keterlibatan dan partisipasi dalam proses pembelajaran dan kinerja siswa sehingga menjadikan siswa untuk lebih mandiri dan kreatif dalam belajar. 

Oleh sebab itu, media sosial adalah opsi terbaik sebagai sarana pembelajaran karena sangat familiar oleh generasi muda saat ini.

Berdasarkan survei terbaru Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Q1 mengemukakan bahwa Jumlah penduduk yang terhubung ke Internet pada tahun 2021-2022 di Indonesia adalah 210.026.769 dari total populasi 272.682.600. 

Sedangkan pengguna internet terbesar adalah generasi muda dengan range usia 13-18 tahun dengan tingkat penetrasi 99,16% . Posisi kedua diduduki oleh range kelompok usia 19-34 tahun dengan tingkat penetrasi internet sebesar 98,64%. Untuk mengetahui data lengkap pengguna internet menurut rentang usia dapat dilihat pada diagram yang  bersumber dari APJII (2022) di bawah ini:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline