Lihat ke Halaman Asli

Nurry Savitri

Just a mom

Musim Nikah, Indonesia Terancam Ledakan Penduduk dan Bonus Demografi

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bulan Dzulhijjah adalah bulan yang identik dengan orang menikah. Begitu setidaknya menurut pandangan orang Jawa. Banyak orang tua yang menentukan tanggal pernikahan putra-putrinya di bulan ini. Begitu juga sebaliknya, banyak pasangan muda yang memilih melangsungkan pernikahan di bulan Dzulhijjah.

Alasan pemilihan bulan Dzulhijjah untuk melangsungkan pernikahan, mungkin karena bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan Haram yang mengandung kemuliaan. Maksud bulan Haram disini adalah bulan-bulan yang dilarang untuk melangsungkan peperangan karena kedudukannya yang mulia. Dengan melakasanakan hajat seperti menikah di bulan-bulan Haram (termasuk Bulan Dzulhijjah) maka diyakini akan mendapat berkah serta kemuliaan yang besar.

Banyaknya masyarakat yang memilih menikah di Bulan Dzulhijjah secara tidak langsung membawa dampak bagi pertumbuhan penduduk Indonesia. Bayangkan saja jika tahun ini banyak pasangan yang menikah, berapa jumlah pertambahan penduduk yang akan terjadi 10 tahun kemudian? Padahal setiap tahun jumlah pasangan yang menikah lebih dari 500 pasangan di seluruh Indonesia.

Pada hakikatnya pernikahan adalah hak bagi setiap warga negara. Hanya saja hak asasi yang dimiliki oleh setiap warga negara ini perlu dibatasi dengan peraturan tertentu. Pembatasan usia pernikahan dimaksudkan untuk membatasi jumlah pertambahan penduduk di Indonesia. Sebab, pertambahan penduduk yang tidak terkendali bisa menyebabkan ledakan penduduk.

Ledakan Penduduk dan Bonus Demografi

Saat ini Indonesia bisa dikatakan telah mengalami ledakan penduduk. Tapi, satu poin positif dari ledakan penduduk di Indonesia didominasi oleh penduduk usia produktif (15-64 tahun). Kedaan inilah yang disebut dengan bonus demografi.

Bonus Demografi adalah bonus yang didapatkan oleh suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Bonus demografi ini terjadi karena adanya proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun lalu. Kondisi ini tak lain akibat terjadinya perubahan struktur demografi (perubahan komposisi penduduk menurut umur) dalam 40 tahun terakhir sebagai konsekuensi keberhasilan program keluarga berencana (KB) di dekade lalu yang mampu menekan angka kelahiran sehingga proporsi penduduk usia muda (0-14 tahun) dapat ditekan dan sebaliknya kelompok usia produktif  meningkat.

Namun, bonus demografi yang terjadi di Indonesia tak begitu membawa dampak positif. Sebaliknya, jika ‘poin plus’ yang dimiliki oleh Indonesia ini jika tidak bisa dikelola dengan baik justru akan menjadi beban bagi negara. Sebab, bonus demografi bisa dinikmati dengan baik jika pemerintah mampu menyelaraskan pembangunan dan meningkatkan kualitas penduduknya. Oleh sebab itu, bonus demografi menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi pemerintah untuk menciptakan generasi berkualitas, yang bisa membawa kesejahteraan bagi negaranya.

Hadapi Bonus Demografi Melalui Sekolah Kejuruan

Untuk menghadapi bonus demografi, pemerintah harus membekali penduduk produktif dengan kualitas sumber daya manusia yang baik, dapat terserap di pasar kerja, mendapatkan pekerjaan yang layak dan memiliki akses terhadap tabungan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menghadapi bonus demografi adalah melalui pemerataan sekolah kejuruan.

Mengapa harus sekolah kejuruan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline