Lihat ke Halaman Asli

Paelani Setia

Sosiologi

Efek Pandemi: Momentum Penguatan Solidaritas Sosial?

Diperbarui: 12 April 2020   13:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bantuan hand sanitizer dan masker bagi para Ojol (Sumber: Katadata.co.id)

Semenjak pertama kali diumumkan pemerintah awal maret lalu, persebaran virus corona kian hari kian meningkat. Total 34 provinsi sudah memiliki pasien positif virus corona. Bahkan yang terbaru provinsi Gorontalo sebagai provinsi terakhir sudah terkonfirmasi memiliki satu pasien positif corona.

Meningkatnya jumlah pasien positif corona menimbulkan kebijakan PSBB diberlakukan di Jakarta, juga karantina wilayah di berbagai wilayah lain. Hal ini juga berdampak pada meningkatnya kesadaran berbagai elemen masyarakat untuk membantu meringankan beban petugas medis dan masyarakat. Kalangan seperti artis, tokoh publik, lembaga sosial, hingga institusi pendidikan mengulurkan bantuan sebagai dukungan menghentikan laju persebaran corona.

Dukungan yang diberikan tidak hanya bersifat materi seperti hand sanitizer, APD, atau dana, dukungan juga berbentuk non-materi semisal aksi dukungan di media sosial, hingga surat pengantar dari pejabat publik sebagai dukungan moril kepada tenaga medis dan masyarakat.

Sebagai peristiwa yang berstatus bencana nasional atau darurat kesehatan masyarakat, hal ini wajar memerlukan dukungan semua elemen masyarakat termasuk bantuan kekuatan masyarakat luas sebagai wujud kepedulian kemanusiaan.

Fakta tersebut menimbulkan pertanyaan, mengapa ditengah pandemi corona bantuan dan uluran tangan berbagai kalangan masyarakat cukup signifikan? Apakah hal ini bentuk penguatan kembali solidaritas masyarakat? Lalu, mengapa terjadi disaat pandemi seperti sekarang ini?

Solidaritas Sosial

Emile Dukrheim---sosiolog awal dari Perancis dalam karyanya The Division of Labor in Society (1893), memaknai solidaritas sosial sebagai hubungan antar individu atau kelompok dengan dasar perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan dikuatkan oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas dapat terbentuk karena kesamaan ras, suku, atau adanya perasaan yang sama. Oleh karena itu, tumbuh keinginan untuk memperbaiki keadaan wilayah atau lingkungan sekitarnya sehingga mampu memperbaiki kondisi dengan cara membentuk kerjasama satu sama lain.

Durkheim juga membagi solidaritas menjadi dua jenis, solidaritas mekanik, dan solidaritas orgnanik. Solidaritas mekanik diidentikan dengan masyarakat yang bersifat tradisional, semisal masyarakat perdesaan. Sedangkan, solidaritas organik identik dengan budaya masyarakat modern di perkotaan. Yakni masyarakat dengan tingkat mobilitas tinggi dalam bentuk kerjasama profesional.

Menurut Nutani Soyomukti, dalam bukunya Pengantar Sosiologi; Dasar Analisis, Teori, Dan Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Sosial, Perubahan Sosial, Dan Kajian-Kajian Strategis, membagi solidaritas sosial menjadi dua jenis:

Pertama, gotong royong. Gotong royong identik dengan masyarakat perdesaan dengan mengutamakan rasa dan pertalian kesosialan yang terpelihara. Gotong royong juga dianggap merupakan kebudayaan asli Indonesia dengan adat istiadat yang dibumbui semangat kebersamaan.

Kedua, kerjasama. Kerjasama identik dengan pembagian kerja antar individu atau kelompok masyarakat dalam tujuan tertentu. Kerjasama akan menghasilkan keuntungan yang sama-sama menguntungkan pihak yang berkepentingan (simbiosis mutualisme).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline