Mellyana Syavhira Wulandari adalah salah satu siswi kelas 12 di SMAN 3 Kabupaten Tangerang. Dia sangat suka menggambar, dan membuat sketsa komik. Ketertarikannya dalam dunia seni rupa membawanya untuk terus mengembangkan keterampilan melukis dengan berbagai teknik dan media. Salah satu karyanya yang menarik perhatian berjudul Sendiri dalam Keramaian, yang dibuat pada Februari 2025 dengan menggunakan media cat akrilik merek Combo di atas kanvas berukuran 30 cm x 40 cm. Lukisan ini menggambarkan seorang wanita yang duduk di bangku kayu dengan ekspresi penuh kesedihan.
Dalam lukisan Sendiri dalam Keramaian, ia menggambarkan narasi tentang kesedihan dan keterasingan, yang dapat dikaitkan dengan berbagai tema dalam sejarah seni, seperti karya-karya dari aliran ekspresionisme yang sering mengeksplorasi emosi manusia dalam keadaan psikologis yang mendalam. Seorang Wanita mengenakan gaun biru dengan aksen hitam dan sepatu berwarna senada. Rambutnya berwarna cokelat keemasan, tergerai lepas, dan sebagian menutupi wajahnya yang tertunduk dalam kesedihan. Tangan yang menutupi wajahnya semakin menegaskan emosinya, seolah menahan air mata atau menutupi penderitaan yang mendalam. Latar belakangnya menggambarkan suasana taman yang hijau dengan pepohonan, lautan biru yang beriak, dan seorang pria duduk membelakangi wanita tersebut. Komposisi ini membangun narasi yang menyiratkan keterpisahan emosional, kehilangan, atau perasaan kesepian yang kuat.
Dari segi warna, pelukis menggunakan kombinasi yang mencolok namun tetap selaras dalam menyampaikan emosi yang ingin ditonjolkan. Warna biru yang dominan pada pakaian wanita melambangkan kesedihan, melankolia, dan ketenangan yang menyakitkan. Sementara itu, warna hijau pada rerumputan dan pepohonan melambangkan kehidupan yang terus berjalan, kontras dengan ekspresi wanita yang tampak seolah terjebak dalam dunianya sendiri. Langit dan laut berwarna biru tua dengan aksen putih menambah suasana dramatis, menciptakan kesan mendalam dan penuh renungan. Kehadiran warna kuning di bagian atas kanvas memberikan sedikit kehangatan, tetapi tidak cukup untuk menghilangkan nuansa kesedihan yang mendominasi.
Dari aspek komposisi, lukisan ini memiliki keseimbangan yang baik dalam penempatan objek utama dan elemen latar belakang. Wanita yang duduk di bangku menjadi titik fokus utama, sementara pria yang duduk di kejauhan menjadi elemen pendukung yang memperkuat makna keterasingan atau perpisahan. Pohon yang berdiri tegak di sisi kiri lukisan menciptakan pembatas visual yang memisahkan wanita dari lautan luas di belakangnya, seolah menunjukkan perasaan terkurung atau kehilangan arah. Perspektif yang digunakan cukup menarik, meskipun ada beberapa elemen yang terasa kurang presisi, seperti sudut bangku kayu yang tampak sedikit datar dan kurang realistis.
Dari segi teknik, pelukis menggunakan sapuan kuas yang tegas dengan gaya yang menyerupai impresionisme atau ekspresionisme. Tekstur yang terlihat pada rerumputan dan pakaian menunjukkan adanya eksplorasi dalam penggunaan cat, memberikan dimensi pada lukisan ini. Namun, anatomi tubuh wanita tampak sedikit kaku, terutama pada bagian kaki dan tangan yang tidak sepenuhnya proporsional. Pergelangan tangan terlihat terlalu kecil dibandingkan dengan proporsi tubuh lainnya, dan posisi kaki yang sedikit melayang membuatnya kurang terintegrasi dengan permukaan tanah. Detail wajah yang minimalis mungkin disengaja untuk mempertajam ekspresi kesedihan, tetapi dapat diperjelas sedikit agar lebih emosional.
Dari segi naratif, lukisan ini menyampaikan cerita yang kuat dan dapat diinterpretasikan dengan berbagai cara. Pria yang duduk membelakangi wanita menimbulkan pertanyaan apakah ia adalah sosok yang telah meninggalkan wanita tersebut, atau justru seseorang yang tidak menyadari keberadaannya. Jarak di antara mereka mempertegas makna keterpisahan, baik secara fisik maupun emosional. Lautan di latar belakang juga memiliki simbolisme yang mendalam, ia bisa melambangkan perjalanan, ketidakpastian, atau bahkan perasaan hampa yang luas tanpa batas. Lukisan ini seakan menggambarkan kisah seseorang yang merenungkan masa lalunya atau merasa terisolasi dalam perasaannya sendiri.
Meskipun lukisan ini berhasil menyampaikan suasana emosional yang kuat, ada beberapa aspek teknis yang dapat diperbaiki untuk meningkatkan kualitasnya. Proporsi anatomi, perspektif bangku, dan posisi kaki bisa disempurnakan agar lebih realistis. Selain itu, penggunaan bayangan dan pencahayaan yang lebih halus dapat memberikan efek tiga dimensi yang lebih kuat, sehingga objek-objek dalam lukisan terasa lebih hidup. Jika pelukis ingin mempertahankan gaya ekspresionisnya, maka penekanan pada ekspresi wajah dan gestur tubuh dapat dibuat lebih dramatis agar pesan emosional semakin terasa.
Secara keseluruhan, lukisan ini adalah karya yang menyentuh dan mampu membangun hubungan emosional dengan penikmatnya. Dengan kombinasi warna yang kuat, komposisi yang menarik, dan narasi yang menyentuh, lukisan ini berhasil menggambarkan perasaan kesedihan dan keterasingan dengan baik. Beberapa penyempurnaan teknis dapat meningkatkan daya tarik visualnya tanpa mengurangi dampak emosional yang sudah sangat kuat. Lukisan ini merupakan karya yang mengajak penikmatnya untuk merenung, merasakan, dan menemukan makna dalam kesedihan yang ditampilkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI