Lihat ke Halaman Asli

Selvy Claudia

Mahasiswa

Apa Benar Harta Merupakan Rezeki yang Paling Rendah Derajatnya?

Diperbarui: 29 Juni 2022   22:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam kehidupan ini manusia banyak menginginkan harta. Kemudian banyak pula yang memiliki harta namun tidak pernah menyedekahkannya. Ada juga manusia yang ingin punya harta berlimpah dengan berdoa pada Allah swt, tetapi tidak mau berusaha dan bekerja keras. Apakah memungkinkan ia untuk mendapatkannya? Tentu tidak bukan! Maka dari itu kita sebagai manusia biasa harus berusaha dan bekerja keras agar sesuatu yang digapai dapat terwujud.

Harta merupakan rezeki yang paling rendah, karena pandangan manusia tentang rezeki hanya terbatas pada harta dan manusia hanya mengetahui harta sebagai tolak ukur, artinya berada dalam duniawi murni.

Syaikh Mutawalli Asy-sya Rawi menyatakan: "Harta adalah rezeki yang paling rendah. Afiyah adalah rezeki yang paling tinggi. Anak Sholeh adalah rezeki yang paling utama. Sedangkan ridha Allah SWT adalah yang paling sempurna."

Secara umum, 'afiah berarti perlindungan Allah SWT bagi hambanya dari berbagai penyakit dan musibah yang lalu maupun yang akan datang, di dunia dan di akhirat.

Harta merupakan sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan memberikannya atau menyimpannya. Sesuatu yyang tidak dapat disimpan tidak bisa disebut harta. Karena itu, menurut Hanafiah manfaat dan milik tidak disebut harta. Ia membedakan antaran hak dan milik.

Dalam Al-Qur'an dan hadits kedudukan harta yaitu pemilik mutlaknya adalah Allah swt, juga sebagai amanah atau titipan, dan sebagai bekal ibadah.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Berkata seorang hamba: Hartaku! Hartaku! Sesungguhnya kebaikan dari hartanya itu ada tiga perkara: apa yang dimakannya lalu ia habis, atau apa yang dipakainya ia akan lusuh, atau apa yang diberi (disedekahkan karena Allah SWT), itulah yang akan memberinya kebaikan.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Berkata seorang hamba: Hartaku! Hartaku! Sesungguhnya kebaikan dari hartanya itu ada tiga perkara: apa yang dimakannya lalu ia habis, atau apa yang dipakainya ia akan lusuh, atau apa yang diberi (disedekahkan karena Allah SWT), itulah yang akan memberinya kebaikan.


Arti dari hadits tersebut yaitu hakikat kekayaan bukanlah banyaknya harta yang dimiliki, karena kebanyakan orang yang diberi kelapangan harta oleh Allah justru tidak merasa cukup dengan apa yang diberikan kepadanya. Ia malah berupaya sekuat tenaga menambah hartanya tanpa peduli dari mana harta tersebut diperoleh. Orang yang demikian berarti seperti seorang yang fakir karena ambisinya sangat kuat. Hakikat kekayaan adalah kaya hati. Kemudian semua yang dimiliki itu hanyalah titipan sementara maka dari itu dipergunakan dengan cara yang baik.

Kemudian apabila kita hubungkan dengan berita yang masih hangat yaitu " Kenaikan harga minyak goreng" merupakan tindakan legal dalam ekonomi islam karena dengan keinginan manusia yang sangat betul-betul menginginkan uang sehingga banyak cara salah satunya menaikkan harga minyak goreng karena minyak goreng termasuk bahan dapur utama yang sering digunakan diseluruh dunia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline