Lihat ke Halaman Asli

Percayalah, Kuncinya Nilai Tambah

Diperbarui: 25 Januari 2016   13:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“PERCAYALAH, KUNCINYA NILAI TAMBAH”

Seorang abang sayur menjadi favorit ibu-ibu di sebuah kompleks perumahan, bukan karena ganteng, tetapi karena sayuran dan keperluan dapur yang dibawanya selalu bagus, bersih dan dalam kondisi segar.  Kedatangannya di pagi hari selalu ditunggu dan dagangannya pun selalu laris manis.

Tetapi, ada yang tidak biasa pada abang sayur ini.  Dia bukan tipe pedagang yang setia.  Ibu-ibu tidak bisa belanja dagangannya setiap pagi, karena, dia hanya akan datang menggelar dagangannya saat tidak punya cukup uang.  Bila dalam beberapa hari dagangan laris dan merasa sudah meraup cukup uang, maka berhentilah dia berdagang.  Mulai berdagang lagi saat perlu atau sangat perlu mengumpulkan uang. 

Tidak jauh beda dengan abang sayur di atas, ada juga perilaku yang mirip dari seorang pekerja pungut daun kayu putih di suatu tempat di sekitar pabrik Minyak Kayu Putih.  Bila dari memungut daun kayu putih dia menghitung sudah memperoleh pendapatan yang dianggap cukup, berhenti pula dia bekerja memungut daun. Tidak peduli daun yang seharusnya dipungut, sangat ditunggu pabrik untuk di masak menjadi minyak.

Kerja keras

Dua orang di atas menampakkan ketiadaan keinginan dan bahkan mungkin ketiadaan mimpi.  Hidup seadanya dan secukupnya menurut ukurannya.  Di jaman modern seperti sekarang ini, dengan tingkat konsumerisme tinggi, sepertinya tidak masuk akal ada perilaku seperti di atas.  Umumnya, dorongan atau motivasi yang sifatnya finansial dan material menjadi bahan bakar utama untuk meraih penghasilan lebih dan lebih banyak lagi dengan bekerja dan bekerja lebih keras lagi. 

Tidak terceritakan bagaimana dua orang itu memanfaatkan sisa waktunya sehari-hari. Tetapi apabila sisa waktu yang mereka berdua miliki tidak digunakan untuk kegiatan yang produktif, tentu bisa diartikan mereka telah mensia-siakan sumberdaya yang dimilikinya. 

Indonesia harus terus membangun diri yang pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan pokok penduduknya yang terus bertambah.  Indonesia juga harus terus membangun karena penduduknya perlu makan, butuh papan, terjamin kesehatannya serta semakin baik pendidikannya.  Indonesia harus membangun karena negara lain juga terus membangun.  Tanpa membangun, Indonesia akan tenggelam.

Perhutani pun demikian, harus terus maju bertumbuh dan berkembang, untuk mencapai keinginan dan impian.  Keinginan dan impian yang telah termaktub dalam visi, misi dan tata-nilai yang ditetapkan Perhutani sendiri.  Perhutani harus terus maju karena kita (penulis dan pembaca setia) tentu bukan tukang sayur dan bukan juga pemungut daun kayu putih. 

Kita pada umumnya adalah insan dengan banyak keinginan. Ingin lebih kaya, ingin anak sekolah lebih tinggi, ingin lebih sejahtera dan ingin hidup 1000 tahun lagi.  Kita ini juga manusia dengan banyak impian, antara lain mimpi Perhutani kembali jaya dan banyak uang.  Perhutani juga dipenuhi dengan insan pemburu penghasilan yang tangguh, begitu tangguhnya bahkan sering menabrak-nabrak pagar. 

Rasanya Perhutani saat ini sudah dipenuhi orang yang sangat memenuhi syarat untuk maju dan kembali jaya, yaitu orang-orang dengan impian dan keinginan tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline