Lihat ke Halaman Asli

Lipur_Sarie

Ibu rumah tangga yang mencintai alam

Radio sebagai Laboratorium Mahasiswa

Diperbarui: 1 Januari 2023   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gb. 1 Yang kemaja biru berkacamata alm. Pak Errol (dokpri)

Sekitar tahun 2005 -2006 di ruang seminar STSI Surakarta. Lebih dari 15 orang mahasiswa dari Prodi Televisi dan Film, Pedalangan maupun Etnomusikologi STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia) ditambah beberapa pegawai tampak serius mendengarkan materi yang diberikan oleh Bp. Errol Jonathan (selaku kepala Radio Surabaya), Bp. Aton Rustandi Mulyana, S.Sn., M.Sn, Bp. Zulkarnain Mistortoify, M.Hum, Kang Asep Nata.

 Beliau bertiga selaku Etnomusikolog. Materi-materi tentang keradioan dari kepenyiaran sampai produksi dan hal-hal lain  dibelakang layar yang begitu berharga dan baru buat kami. Beberapa kegiatan semacam Diklat yang diberikan sebelum launching radio komunitas STSI Surakarta mengudara.

Kami sangat antusias mengikutinya. Apa saja bekal yang harus dipunyai seorang penyiar termasuk senamnya juga diberikan Pak Errol pada salah satu kegiatan tersebut. Bagaimana cara membuat acara talk show ? Apakah bahasa tutur ? Apa itu take voice, bagaimana cara recording termasuk editing, semua diberikan. 

Pak Errol pernah berkata, yang dibutuhkan seorang penyiar adalah : terdengar pintar, terdengar cantik dan terdengar lincah. Mengapa ? Karena radio adalah sebuah media komunikasi dengaran. 

Jadi...para pendengar setia radio adalah orang-orang yang mempunyai aktivitas tinggi. Mendengarkan radio bisa sambil menyetir mobil, memasak, jongging atau kegiatan lain. Sangat berbeda dengan televisi. Jadi agak aneh ketika menghidupkan televisi tapi tidak ditonton. Karena disambil menyeterika  baju, atau mengepel lantai. 

Gb.2 Suasana recording dengan peralatan yang sangat sederhana (dokpri)

Namun, kegembiraan akan pelajaran baru yang kami terima saat itu, bukan tanpa hambatan dan rintangan. Banyak masalah dilapangan yang kami jumpai. Mulai kesulitan mencari frekuensi Fm sampai cibiran kami terima. Tapi tidak sedikit pula yang memberikan dukungan dengan memberikan ide-ide serta masukan tentang acara-acaranya. 

Namun, satu persatu masalah bisa kami atasi. Ruang siaran sudah kami dapatkan dengan izin pimpinan terkait tentunya, frekuensi, bahkan nama radionya. 

Setelah diskusi dengan para mahasiswa, akhirnya nama radio komunitas kami dapatkan. Intro Fm. Jinggle dan tag linenya juga segera dibuat. 

Ya...radio Intro Fm tempat saya dan para mahasiswa yang punya perhatian di bidang broadcast menjadi tempat berkumpul sambil belajar. Belajar menyusun siaran dan jam-nya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline