Lihat ke Halaman Asli

Mewujudkan Kepala Daerah Bebas Korupsi dengan Biaya Politik Rendah

Diperbarui: 27 September 2018   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korupsi di Indonesia masih menjadi masalah pelik yang harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Menurut data KPK hingga tahun 2017 kasus korupsi terus mengalami kenaikan setiap tahun. 

Kepala daerah pun tak lepas dari jeratan tindak pidana korupsi. Jumlah kepala daerah yang terlibat kasus korupsi pada tahun 2015 adalah sebanyak 7 kasus, tahun 2016 naik menjadi 10 kasus, dan pada 2017 semakin meningkat menjadi 14 kasus.

Data tersebut belum termasuk dengan lagi kasus penangkapan kepala daerah di tahun 2018. Hingga bulan Februari 2018 saja sebanyak 7 kepala daerah ditangkap karena kasus korupsi. 

Tahun 2018 Indonesia menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara serentak. Sebanyak 171 (seratus tujuh puluh satu) daerah akan memilih pemimpin untuk menjalankan pemerintahan periode 2018 sampai 2023, dari 171 (seratus tujuh puluh satu) daerah tersebut, 17 (tujuh belas) merupakan daerah provinsi, 39 (tiga puluh sembilan) kota, dan 115 (seratus lima belas) kabupaten.

Banyaknya kepala daerah yang tertangkap tangan KPK dalam kasus korupsi, sedikit banyak akan mengganggu persiapan dalam pelaksanaan Pilkada serentak ditahun 2018. 

Untuk merespon isu korupsi kepala daerah pada momentum pilkada serentak ini maka perlu dianalisis penyebab hal tersebut. Dalam upaya mengurai kasus tersebut maka perlu dicari terlebih dahulu hal-hal yang menjadi akar permasalahan yang memicu tindak korupsi sebagaimana telah dideskripsikan diatas.

Beberapa kepala daerah petahana saat ini banyak melakukan korupsi dengan alasan untuk membiayai pencalonannya kembali di pemilihan kepala daerah di tahun 2018. Yang menjadi sorotan adalah, mengapa para koruptor tersebut harus banyak-banyak mengumpulkan "modal" untuk mencalonkan diri kembali.

Biaya politik yang mahal kerap kali menjadi alasan utama mengapakepala daerah melakukan korupsi. Menurut data Litbang Kementerian Dalam Negeri atas pendanaan pilkada serentak 2015 diketahui bahwa biaya yang dikeluarkan pasangan calon untuk pilkada tingkat kota atau kabupaten bisa mencapai Rp 30 Miliar. Sedangkan untuk pemilihan Gubernur berkisar Rp 20 -- 100 Miliar. 

Dari keselurahan dana pilkada tersebut hanya sebagian kecil yang ditanggung oleh pihak partai politik yang mengusung paslon tersebut, sebagian besar dibebankan pada kandidat. Melihat dana yang sangat besar tersebut tidak sebanding dengan penghasilan yang akan didapatkan oleh calon kepala daerah.

Calon kepala daerah yang akan mengikuti pemilihan kepala daerah pun masih ada yang menggunakan politik uang untuk mendapatkan dukungan dari calon pemilih. 

Politik uang yang dilakukan kepala daerah ini menyasar pada kelompok masyarakat kecil dengan tingkat pendidikan rendah, yang sebagian besar masih bersikap acuh dan kurang peduli terhadap hal tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline