Lihat ke Halaman Asli

Sadam Syarif

Aktivis jalanan

Pandemi dan Urgensi Keamanan Pangan Berbasis JPH

Diperbarui: 2 Agustus 2021   06:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: suara.Com

Pandemi covid membawa dampak sistemik dalam segala aspek kehidupan, terutama sosial dan ekonomi manusia. Pola dan gaya hidup pun seketika berubah setelah hampir dua tahun masyarakat dipaksa untuk dibatasi mobilitas sosial ekonominya. 

Paradigma dan mekanisme ekonomi dan bisnis menjadi satu paket aktivitas sosial yang paling terasa perubahannya. Pasar yang menjadi sentra ekonomi rakyat dalam memenuhi kebutuhan pangan kian sepi. 

Kini Masyarakat semakin adaptif dengan jual beli daring. Angka transaksi online meningkat pesat sejak pertama kali pandemi mengendalikan psikologi ketakutan publik. 

Akibatnya masyarakat khususnya di kawasan perkotaan tidak lagi mampu memastikan keamanan bahan pangan dan makanan cepat saji yang mereka dapatkan di pasaran daring.

Kegiatan e-commerce mengalami pertumbuhan pada masa pandemi. Menurut data Direktorat Jendral Perhubungan Darat  (2020), penjualan industri melalui e commerce meningkat 26% dari  rata-rata bulanan tahun 2019, volume transaksi harian meningkat dari rata-rata 3,1 juta menjadi 4,8 juta, dan pengguna belanja online diperkirakan meningkat hingga 12 juta pada tahun 2020.

Dampak turunan dari kebijakan PSBB dan PPKM yang masih berlangsung hingga sekarang menyebabkan Masyarakat Gemar akan hal yang praktis, pasangan rumah tangga milenial lebih banyak memasak makanannya sendiri dengan bahan yang siap masak (ready to cook) atau frozen food. 

Fakta ini berimbas pada peningkatan permintaan produk pangan berupa bahan/produk beku siap olah. Namun, euforia dan ketergantungan terhadap pangan olahan yang tinggi menyimpan segudang petaka kerentanan terhadap kesehatan pangan di Indonesia.

Hasil investigasi Kompas terhadap penyalahgunaan antibiotik di peternakan ayam broiler menambah panjang daftar  catatan hitam "kejahatan" pangan Indonesia. 

Temuan BPOM di lapangan seringkali menyingkap motif nakal produsen dan pedagang bahan pangan yang secara sengaja mengunakan bahan berbahaya seperti boraks, antibiotik berlebihan, formalin dan pewarna tekstil sebagai bahan pengawet dan pewarna bahan makanan. 

Keberadaan Bahan berbahaya yang sangat merugikan kesehatan masyarakat ini tentu menjadi penting untuk dikendalikan terutama di era krisis kesehatan saat ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline