Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Putih Telur untuk Membersihkan Jiwa

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kepercayaan pada keberadaan Sang Khalik (Rabb) sesungguhnya pertama kali muncul dari Naluri Ketuhanan yang difitrahkan oleh Allah Swt jauh sebelum manusia dilahirkan sebagaimana firmanNya dalam QS Al-A’raf:172),’Dan ingatlah ketika Tuhanmu keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian atas jiwa mereka seraya berfirman,”Bukankan Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab,”Betul, Engkau adalah Tuhan kami, kami bersaksi”’.

Selanjutnya keimanan akan terus berkembang di bawah bimbingan orangtua, lingkungan pendidikan, dan interaksi sosial yang lebih luas. Pada suatu titik dimana iman telah sedemikian kuat dan dorongan untuk lebih jauh mengenal Rabb (Makrifat ) kian membesar maka diperlukan sebuah medium untuk mengakomodirnya. Tasawuf adalah sebutir telur ayam kampung yang cangkangnya berupa Syariat, putih telurnya Thariqat, kuning telurnya Hakikat, dan inti kuning telurnya adalah Makrifat. Telur ini pula yang dinilai oleh KH Jamaluddin Kafie (2003) sebagai medium paling efektif bagi seorang Mukmin untuk sampai kepada Rabb (Makrifat) karena empat alasan.

Pertama, Tasawuf bisa mempercepat terbentuknya jalinan cinta yang mesra (hubb) dengan Allah Swt secara spiritual. Kedua, kenyataan bahwa cepat atau lambat kita akan bertemu denganNya setelah melalui kematian tentu diharapkan pertemuan itu akan berlangsung indah penuh kemesraan dan Tasawuf merupakan cara untuk mendidik diri menjadi kekasih (auliyaa’, ahibba) Rabb. Ketiga, Tasawuf selain dapat memantapkan tauhid dan memperhalus akhlak, juga bisa memurnikan ibadah dan amal saleh. Dan keempat, melalui Tasawuf ini kita tidak hanya akan melihat Rabb dengan mata kepala di akhirat nanti, namun juga mampu melihatNya dengan mata hati di dunia.

Segenap ikhtiar menuju Makrifat ini secara sederhana bisa dikatakan sebagai metamorfosis seorang Mukmin (orang beriman) menjadi seorang Muttaqin (orang bertakwa). Awal prosesnya dimulai dengan memenuhi kebutuhan jasmani,nafsani, dan rohani dengan Syariat, Thariqat, dan Hakikat agar mencapai Makrifat baik secara rasional (filosofis) maupun irrasional (metafisis). Perubahan ini memerlukan perjuangan panjang dalam memantapkan rasa tauhid, mengkhusyu’kan ibadah, dan menghaluskan akhlak. Keseluruhan perjuangan tersebut dinamakan Thariqat yang merupakan unsur utama dalam Tasawuf untuk mensucikan jiwa (tazkiyatun nafs ) dengan membersihkan unsur rohani dari kotoran kefasikan. Sebagaimana analogi telur di atas, Thariqat yang merupakan putih telur tentu tidak mungkin akan mencapai kualitas yang baik bila berada di luar koridor Syariat yang merupakan cangkangnya. Jadi kalau ada yang mengklaim setelah mengerjakan amalan-amalan tertentu lantas tak perlu lagi shalat, puasa, dan ibadah mahdlah lainnya, maka segeralah tinggalkan karena jelas itu hanya modus penipuan berkedok Tasawuf yang ujung-ujungnya hanya akan menggerogoti para pengikutnya.

Baca juga : http://filsafat.kompasiana.com/2012/01/17/telur-organik-bernama-tasawuf/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline