Lihat ke Halaman Asli

Ryan Perdana

Pembaca dan Penulis

Orang Tua Kita dan Lagu-lagu Favoritnya

Diperbarui: 21 Januari 2019   15:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Musik ialah perkara yang tidak akan pernah dapat dijauhkan dari hidup kita. Lagu-lagu selalu menghiasi setiap aktivitas sehari-hari, baik yang sengaja dimainkan atau terdengar sepintas dari segenap sudut sekitar.

Bahkan, jika definisi musik diperluas sampai ke wilayah apapun bunyi-bunyian, maka derap kaki, desau angin, dan ketukan di pintu akan termasuk di dalamnya. Semakin susahlah kita menghindar.

Musik memang tidak untuk dihindari. Musik ada untuk dinikmati, dihayati, dan dikaji. Baru-baru ini terdapat artikel di tirto.id yang mengkaji hasil survei yang dilakukan oleh penyedia layanan streaming musik, Deezer. Survei tersebut mendapatkan kesimpulan bahwa pendengar musik berhenti mencari musik baru rata-rata di usia 30 tahun.

Berhentinya pencarian terhadap musik baru disebut sebagai paralisis musikal, atau dalam istilah awam dapat disebut sebagai kelumpuhan musikal. Fenomena itu disebabkan oleh beberapa hal.

***

Saya penikmat musik yang sudah sampai pada taraf "can't live without". Saya bekerja harus diiringi musik. Tulisan ini pun saya ketik dengan latar lagu Rendy Pandugo, Bryan Adams, dan Voodoo.

Seperti terbahas di tulisan sebelumnya (Perjalanan Karierku sebagai Gitaris), saya dibesarkan oleh orang tua penikmat musik. Maka saya pun tumbuh sebagai sosok yang sangat tertarik pada musik dan terus berusaha mengikuti kebaruan musik yang beredar.

Balita bernama ryan akan langsung bangun makjenggirat saat menangkap lagu Untukmu milik Tito Sumarsono di telinganya. Pun, Cintamu T'lah Berlalu-nya Koes Plus yang di-recycle Chrisye sampai sekarang masih terkenang sebagai penanda kenangan saat Bapak lari-lari menuju mobil pertamanya yang terparkir di parkiran pusat perbelanjaan di Semarang yang terbakar di awal 90-an.

Yang ingin saya katakan, sejak kecil, selain diberi bubur Promina dan Sun, saya juga dijejali beragam jenis musik. Alhasil, tingkat kepentingan musik bagi saya sudah setingkat di bawah udara, air, dan mendoan.

Mulai SMP sampai awal kuliah, saya rutin membeli kaset, baik dengan menabung atau mengharap belas kasihan Bapak. Setelah era mp3 mulai merajalela di sekitar 2007, kegiatan memperbarui referensi musik berubah menjadi beli mp3 bajakan, meng-copy dari teman, dan mengunduh dari internet secara ilegal.

Saat era internet semakin menelusup ke tiap titik terkecil hidup kita, musik dapat terus terbarukan melalui aplikasi streaming seperti Joox, Spotify, Deezer, dan sebagainya. Di ponsel pintar saya terpasang Joox dan Spotify.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline