Lihat ke Halaman Asli

RuRy

Lahir di Demak Jawa Tengah

Makna Peribahasa Jawa "Esok Dhele Sore Tempe"

Diperbarui: 13 Februari 2018   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi foto: travel.tribunews.com

Kita tentu dapat dengan mudah membedakan antara tempe dan kedelai. Tempe berasal dari kedelai yang telah mengalami fermentasi. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dari kedelai menjadi tempe. Berpijak dari peristiwa tersebut maka muncullah pepatah jawa esok dhele, sore tempe. Secara harfiah, kalimat itu berarti pagi hari masih berbentuk kedelai, tetapi ketika sore hari sudah berubah menjadi tempe. Namun, ungkapan tersebut mengacu pada karakter manusia yang tidak konsisten antara ucapan dan perbuatan pada saat yang lalu saat ini dengan beberapa waktu kemudian. Jadi, esok dhele, sore tempe digunakan orang jawa untuk menyatakan orang yang mudah terbawa angin dan tidak punya pendirian.

Pribahasa jawa lain kakean gludug kurang udan menggambarkan keadaan cuaca yang hanya diiringi sambaran petir saat hujan turun rintik-rintik. Namun, sebenarnya perkataan kakehan gludug kurang udan merupakan ungkapan yang melambangkan orang yang suka berbicara besar, tetapi hasilnya tidak tampak. Orang itu lebih banyak bicara daripada bekerja. Ia selalu berkata sesumbar, tetapi kalah dalam pertarungan. Sikapnya lebih menjegkelkan daripada sekedar mengobral janji. Sebab, ia merasa seolah-olah bisa melakukan apa pun dan mengalahkan siapa saja, tapi kenyataannya hanya pintar bicara.

Masyarakat yang minim informasi dan tidak mempunyai prinsip kuat akan menjadi korban dan mudah diombang-ambingkan oleh keadaan. Ketika gejolak zaman, mereka mudah panik, dan terprovokasi sehingga berbuat di luar kendali. Masyarakat yang tak punya prinsip lebih berbahaya dibandingkan individu. Masyarakat semacam ini mudah diperalat oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan tertentu.

Contoh manusia yang kakehan gludug kurang udan. Pada saat mempunyai kepentingan, misalnya untuk memenangkan suatu pemilihan anggota dewan ataupun kepala pemerintahan, politisi itu suka bicara muluk-muluk. Kata-katanya menyambar-nyambar seperti petir yang menggelegar di angkasa. Ucapannya dipenuhi janji manis layaknya angin sorga. Namun, begitu jabatan diraih, perkataan dan janji-janjinya seakan raib atau hilang tak berbekas.

Sikap kakehan gludug kurang udan harus dimusnahkan dari pemikiran manusia. Jangan sampai kita berfikir, berkeinginan, atau bermimpi menjadi orang yang fasih berbicara, tetapi tidak bisa melakukan tindakan nyata. Orang yang perbuatannya tidak sesuai dengan berbagai pembicaraannya tentu sangat dibenci masyarakat.

Jadi, hal yang harus dimusnahkan ialah karakter kakehan gludug kurang udan dari jiwa pemikiran. Jangan sampai kita menjadi sosok orang yang gemar berbicara. Hindari pembicaraan yang kurang berkualitas karena hal itu lama-lama bisa membuat orang lain merasa muak. Ingatlah bahwa kata-kata yang tidak sinkron dengan prilaku menyebabkan orang yang kakehan gludug kurang udan tidak dianggap oleh masyarakat.

Di era modern seperti saat ini, sosok yang dibutuhkan bukanlah sesorang dengan lidah fasih dan tajam lidahnya. Orang yang sedikit bicara, tetapi mempunyai banyak prestasi kerja jauh lebih dibutuhkan. Orang yang mampu bekerja maksimal demi kepentingan masyarakat umum sangat dicari, bahkan didambakan keberadaannya. 

Ahmad Rury




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline