Lihat ke Halaman Asli

Rumah Kayu

TERVERIFIKASI

Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Manusia, Cinta, dan Benci

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1335113656293316440

Bulan separuh memancarkan cahaya di langit malam.

KUTI menonton film di televisi di ruang keluarga rumah kayu. Dee juga ada di ruangan itu, berbaring sambil meletakkan kepalanya di pangkuan suaminya. Entah apa judul film yang ditonton Kuti, Dee tak terlalu memperhatikan. Dia sendiri tak ikut menonton film. Sebelumnya, dia membaca koran. Kini, dia tak melakukan apa- apa. Dia ada di situ karena ingin berada dekat dengan Kuti, itu saja.

Sambil menyaksikan film di televisi, Kuti membelai- belai punggung sang istri dengan sayang. Dan Dee, tentu saja,  dengan senang hati menikmati kehangatan belaian itu sementara angannya melayang ke berita yang tadi dibacanya di koran.

Tadi, Dee membaca berita tentang tawuran yang mengingatkannya pada peristiwa yang pernah dia saksikan ketika suatu hari dia menjemput Pradipta dari sekolah.

Dee menyaksikan tawuran di jalan saat itu. Entahlah apa itu tawuran antar kelompok, atau pengeroyokan, persisnya. Sebab dari apa yang Dee lihat, ada seorang anak tanggung yang luka di pelipisnya dan sekelompok anak tanggung lain yang berlarian bersama ke sebuah gang. Bisa juga yang disaksikannya ketika berada di dalam angkot dengan Pradipta ketika itu adalah pengeroyokan satu kelompok pada seseorang, bukan tawuran antar dua kelompok.

Dee masih ingat pertanyaan- pertanyaan Pradipta yang diajukannya tentang tawuran yang dilihatnya ketika itu. Pradipta mempertanyakan mengapa tawuran bisa terjadi. Mengapa mereka berkelahi beramai- ramai. Apa sebabnya, dan sebagainya.

Dan beragam pikiran muncul di kepala Dee. Di angkot ketika itu, Dee menceritakan secara sederhana pada Pradipta tentang cinta, benci dan egoisme, sebab tawuran, menurut pendapat Dee, sumbernya adalah kebencian dan egoisme.

Tentu saja saat itu dia bicara dengan bahasa kanak- kanak pada Pradipta.

Tapi malam ini, Dee berpikir dengan cara yang lebih kompleks dari apa yang pernah diterangkannya pada Pradipta. Dee teringat suatu bab dalam buku filsafat yang pernah dibacanya. Bab yang membahas tentang manusia dalam hubungannya dengan manusia lain, rasa cinta, benci dan egoisme.

[caption id="attachment_176401" align="aligncenter" width="245" caption="( foto: www.layoutsparks.com )"][/caption]

Manusia, menurut apa yang pernah dibacanya itu, dalam dan dengan mengakui adanya diri sendiri juga mengakui adanya manusia lain. Diberikan contoh disana dengan ilustrasi tentang permainan bulu tangkis atau catur. Ketika bermain bulu tangkis atau catur, maka yang terjadi adalah suatu permainan bersama. Permainan tidak dapat terjadi jika yang ada hanya sepihak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline