Perseteruan Trump dan mantan penasehat nasional Amerika John Bolton kian meruncing. Situasi yang makin panas ini berbeda sekali ketika dengan bangganya Trump memperkenalkan sekaligus mengangkat John Bolton sebagai penasehatnya beberapa waktu lalu.
Rekam jejak Bolton sebagai menasehat keamanan memang sangat menyakinkan karena dengan kepakarannya Bolton bekerja di periode lintas pemerintahan. Namun saat diperkenalkan banyak kalangan yang meragukan "keharmonisan" Trump Bolton, mengingat sikap keras Bolton jika menyangkut keamanan nasional terutama yang berkaitan dengan negara yang secara tradisional menjadi "musuh" Amerika.
Benar saja dalam waktu singkat gesekan ini terjadi dan terus membesar sampai akhirnya Trump memecat Bolton karena perbedaan pendapat yang sangat tajam terkait kebijakan luar negeri Amerika dengan Afghanistan dan Korea Utara yang tidak sejalan dengan "keinginan" Trump.
Perseteruan rupanya tidak berhenti ketika Bolton dipecat. Bolton hanya "tiarap" sebentar dan muncul kembali dengan buku "The Room Where It Happened: A White House Memoir" yang menjadi buah bibir dan isinya menohok Trump.
Trump memang tidak tinggal diam dan mengajukan permohonan hukum untuk menggagalkan publikasi buku yang rencananya akan dijual secara umum mulai tanggal 23 Juni mendatang ini dengan alasan ada bagian dari isi tersebut yang merupakan "rahasia" negara.
Namun pada tanggal 20 Juni lalu pihak pengadilan menolak upaya Trump untuk menggagalkan penjualan buku ini dengan alasan utama sudah terlambat karena sudah masuk tahapan penjualan walaupun hakim menyatakan bahwa buku ini berisikan hal hal yang dapat membahayakan keamanan nasional.
Proses hukum memang masih berlanjut, namun ada baiknya kita membedah lebih dalam terkait isu apa saja yang membuat Trump dan partainya "meradang".
Isu yang paling mengemuka dan banyak dibahas adalah pernyataan Bolton bahwa Trump meminta bantuan China untuk mendukungnya memenangi pemilihan presiden yang kedua di pemilu 2020.
Hal ini tertulis pernyataan dalam buku Bolton bahwa Trump President Xi Jinpin mendiskusikan keramahan China pada Amerika. Dalam situasi yang sangat bersahabat ini Trump selanjutnya mendiskusikan keinginannya untuk mencalonkan lagi pada pemilihan presiden mendatang dengan memuji kekuatan ekonomi China.
Dalam dialog ini Trump menekankan pentingnya posisi petani dan pertanian Amerika dan mengharapkan peningkatan pembelian kedelai Amerika oleh China.
Isu dugaan Trump "meminta" dukungan China ini memang sedang hangat karena Amerika tengah dalam situasi kampanye nominasi pemilihan kandidat pemilihan presiden.