Lihat ke Halaman Asli

Ropiyadi ALBA

Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta

Membaca dan Menulis, Dua Hal yang Tak Terpisahkan

Diperbarui: 24 September 2020   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Kumparan.com

Di era tahun 80-an kita mengenal istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), sebagai sebuah pendekatan belajar yang seyogyanya terpusat pada siswa. Namun, dalam prakteknya istilah CBSA dipelesatkan menjadi Catat Buku Sampai Abis. 

Mengapa sampai terjadi sebuah pemelesetan akronim CBSA  dari makna yang sebenarnya?. Bisa jadi, dalam implementasinya ada sebuah kesalahan, sehingga yang seharusnya siswa aktif dalam pembelajaran, dengan cara mengamati, bertanya, melakukan sebuah konstruksi pemahaman, dan mengkolaborasikan berbagai informasi menjadi sebuah kesimpulan, tetapi pada kenyataannya siswa sering disuguhi sebuah buku yang harus dicatat di papan tulis dan disalin oleh seluruh siswa.

Namun, kalau kita lihat sisi positifnya, penerapan CBSA dalam arti Catat Buku Sampai Abis dapat melatih siswa untuk terbiasa  menulis di buku catatan, sehingga pada akhirnya mereka akan memiliki tulisan yang cukup bagus dan memiliki ketahanan dalam menulis.

Hal ini tentu berbanding terbalik dengan kondisi saat ini. Setelah dua dekade berlalu dan kurikulum berganti, para siswa masa kini merasa malas kalau diminta untuk mencatat materi pelajaran. Mereka lebih suka memfotokopi atau meminta soft copy dari gurunya. Efek dari sikap ini adalah mereka jadi jarang menulis dan pada akhirnya tulisan tangan mereka kurang baik.

Kualitas tulisan yang buruk juga berbanding lurus dengan kemampuan menulis. Banyak di antara siswa yang merasa kesulitan apabila diminta membuat tulisan atau mengarang dengan tema bebas. Bisa jadi, hal ini juga sebagai akibat menurunnya kemauan dan minat baca di kalangan siswa.

Kemampuan menulis sangat erat kaitannya dengan kemauan atau minat membaca. Jika minat membaca rendah, maka bisa dipastikan kemampuan menulis pun rendah. Orang yang banyak membaca, akan memiliki kosa kata dan perbendaharaan kata yang banyak, sehingga ia tidak akan kesulitan untuk menuangkan ide dan pemikirannya dalam sebuah tulisan.

Selanjutnya, Kemendikbud memunculkan sebuah gerakan bernama GLS (Gerakan Literasi Sekolah), yang tujuannya untuk kembali memunculkan minat baca para siswa. Para siswa diarahkan untuk membiasakan diri untuk membaca buku, dimulai dari jenis buku yang mereka sukai.

Akhir dari gerakan ini diharapkan siswa memiliki sikap "literate" yaitu sebuah sikap keterbukaan akan informasi sehingga selalu berkembang potensi diri yang dimiliki akibat dari sudah terbiasanya membaca dan menulis.

Tak dapat disangkal lagi bahwa membaca adalah "jendela dunia". Dengan rajin membaca kita akan memiliki banyak ilmu dan pengetahuan. Menulis adalah tindak lanjut dari pembiasaan membaca. Orang yang sudah terbiasa menulis, maka ia akan memiliki Kemampuan berbahasa yang baik, memiliki kreatifitas yang tinggi, dan emosinya lebih terkendali.

Banyak orang yang merasa bahwa menulis adalah sebuah pekerjaan yang sulit, karena harus merangkai kata menjadi sebuah kalimat, merangkai kalimat menjadi sebuah paragraf, dan seterusnya. Namun, ada juga orang yang menjadikan menulis sebagai sebuah kegiatan yang menyenangkan dan mudah.

Sulit atau mudah adalah sebuah persepsi yang kita bangun di alam pikiran. Dalam kenyataannya sesuatu yang kita anggap sulit, belum tentu sulit dalam kenyataannya. Begitupun sebaliknya, sesuatu yang kita anggap mudah belum tentu mudah seperti kelihatannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline